_BERSUKACITALAH & MENURUTSERTAKAN DIRI UNTUK MENGHADIRKAN SERTA MEMPERTAHANKANNYA_

Saturday, November 28, 2009

HKI MUARA BUNGO

Sekilas Kehadiran HKI Muara Bungo
“Si Kecil yang Malang”

Pernahkah saudara bayangkan atau minimal terbesit dalam pikiran saudara bagaimana jadinya nasib dari hidup seorang anak kecil yang masih BALITA harus ditinggal pergi oleh Ibunya? Keberadaan sikecil yang masih merindukan untuk minum susu dari dan oleh ibunya. Sikecil yang masih harus di latih untuk belajar berjalan dan menguasai stuktur anggota tubuhnya. Sikecil yang masih harus diberi pengertian tentang arti dan makna keberadaannya di tengah-tengah kehidupan ini. Dan sikecil yang masih harus dibimbing untuk dapat berhasil beradaptasi dengan lingkungannya. Dapatkah saudara bayangkan apa jadinya kehidupan si kecil itu? YA! Demikianlah kehidupannya. Apapun alasan yang melatar belakangi si ibu meninggalkan si kecil, tidaklah dapat dibenarkan!!! Maka, adalah lebih bijak tidak mempunyai anak, daripada sikecil harus mengalami semuanya.

Oleh didasari akan keterpanggilan pelayanan, menggali lebih luas lagi bentuk dinamika kehidupan pelayanan gereja HKI di tempat yang berbeda dan guna mengembangkan karater dan pola pelayanan yang positif dan solutif bagi kemajuan gereja, khususnya di HKI. Maka, saya berangkat dari Sumatera Utara menuju HKI Daerah VIII Riau Sumbagsel untuk mewujudkannya. Setelah mendapat izin dari Bapak Pdt. E.Siregar (Pareses Daerah VIII Riau Sumbagsel). Sayapun di tempatkan di Resort HKI Jambi untuk membantu frekuensi tugas pelayanan di tempat ini. Dengan beberapa petimbangan dan hasil share bersama Bapak Pdt. E. Pasaribu, MTh (Pendeta Resort Jambi), saya akhirnya di tempatkan di daerah penginjilan yang mana HKI sudah berdiri oleh prakarsa Pdt. A. Sihombing (Pendeta Zending HKI) yakni HKI Muara Bungo.



____Kondisi HKI Muara Bungo


Kondisi HKI Muara Bungo semakin memprihatinkan, sejak khususnya setelah mengalami kekosongan pelayan fulltimer (pendeta) di tengah-tengah jemaat (sebelumnya pendeta adalah Bapak A. Sihombing, yang sekaligus sebagai prakarsa berdirinya HKI Muara Bungo). Hal ini berdampak pada berkurangnya intensitas ibadah yang dilakukan jemaat, meskipun terdapat beberapa anggota jemaat yang telah diangkat menjadi parhalado namun tidak secara signifikan menunjang perkembangan pelayanan, khususnya ibadah (Hal ini tidak terlepas dari perjumpaan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan setiap hari dan keluarga dengan tugas-tugas gerejawi, yang memaksa untuk memilih salah satu di antaranya). Keadaan di atas tidak hanya berdampak sampai di sini, melainkan juga pada persatuan jemaat dalam persekutuan sebagai satu kesatuan dalam gereja. Selain itu, dampak yang lebih ekstrim adalah dengan ditemukannya beberapa dari anggota jemaat yang akan dan telah berpindah anggota jemaat ke gereja lain. Ternyata, kehadiran seorang pelayan fulltimer (baik yang telah menyelesaikan studi theologia, Vikaris dan atau pendeta) sangat mendukung bahkan menentukan keberlangsungan eksistensi jemaat-jemaat di beberapa daerah Gereja HKI. Seperti halnya di HKI Muara Bungo.





Sekilas kota Muara Bungo____

Muara Bungo adalah salah satu kota yang berada di Kabupaten Muara Bungo, Provinsi Jambi. Sebagai kota Lintas Sumatera, Muara Bungo masih dalam masa transisi menuju perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari letak geografis dan pertumbuhan pembangunan yang masih belum tertata rapi. Di beberapa tempat masih terlihat pembukaan besar-besaran hutan menjadi pemukiman penduduk atau pusat industri. Dengan sumber daya alam berupa batu bara dan perkebunan karet, menjadikan kota ini salah satu daerah yang dilirik oleh para investor. Dari skala populasi kependudukan, Muara Bungo masih dapat disebut daerah yang jarang penduduk, meskipun demikian secara perekonomian dapat tergolong “mahal” untuk biaya hidup, yang untuk sebahagian penduduk itu seimbang dengan pendapatan mereka (tetapi tidak untuk sebahagian besar jemaat HKI). Dari data hasil laporan Pertanggungjawaban panitia Oikumene 2004, diuraikan bahwa jumlah populasi penduduk nasrani kurang lebih mencapai 670-an Kepala Keluarga dan 12 denominasi Gereja. Ini menunjukkan bahwa nasrani masih sangat jauh berbanding terbalik dengan populitas muslim. Dampak dari keadaan ini tampak dari kencenderungan kurang diperhatikannya hak-hak dari warga negara yang beragama nasrani. Indikasi secara kasat mata jelas terlihat dari sektor pendidikan. Untuk pendidikan formal dari jenjang SD – SLTA pelajaran pendidikan agama kristen tidak dimasukkan sebagai mata pelajaran berbasis kurikulum dan kompetensi. Pengadaan pelajaran agama kristen dilakukan di luar jam sekolah pada umumnya. Dan kegiatan ini di serahkan kepada BKSAG (Badan Kerjasama Antar Gereja) untuk menyediakan guru agama bagi para murid nasrani. Bahkan yang riskan sekali adalah untuk jejang SD mereka belajar agama islam untuk yang nasrani. Di samping hal di atas, yang juga sudah rahasia umum dimana bangunan gereja masih sangat sulit untuk mendapatkan izin pembangunan. Bahkan, bagi yang tidak ada IMBnya, bangunan gereja tidak diperkenankan untuk mendirikan atau menunjukkan simbol kekristenan (salib) di bangunan gereja. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kota Muara Bungo salah satu kota yang sedang menuju kearah perkembangan dan pastinya akan menjadi kota yang besar dan pusat kegiatan perekonomian dengan akan dibukanya pada tahun dekat ini sebuah Bandara berkapasitas internasional.


___Bagaimana dengan keberadaan
HKI Muara Bungo?
___


Apakah kaitannya keberadaan HKI Muara Bungo dengan isi paragraf pertama di atas? Sebagai informasi, pkrakarsa pendiran HKI Muara Bungo diawali sejak tahun 2003 oleh beberapa orang yang sudah lama tinggal disana sebagai perantau dengan didorong oleh kerinduan untuk beribadah dalam bentuk pelayanan HKI seperti mana biasanya mereka alami selama di ”bona pasogit”. Kerinduan ini disambut baik oleh pengurus HKI. Dan sebagai tugas yang lazim dilakukan, maka Pdt. A. Sihombing (pendeta zending) diutus untuk mewujudkannya. Dengan kerja keras bersama warga jemaat HKI disana, dan pastinya oleh penyertaan Roh Kudus maka, pada awal tahun 2005 berdirilah bangunan gereja HKI dan sekaligus diresmikan dengan 17 KK anggota jemaatnya. Dengan waktu yang sesingkat itu, setelah HKI berdirilah maka semestinya diikuti dengan pembenahan di berberbagai hal seperti pelayanan, admistrasi dan pematangan kapasity building para pelayan untuk mendukung pengembangan HKI Muara bungo yang lebih baik dan maju. Kondisi inilah yang kemudian HKI Muara Bungo saya analogikan sebagai anak kecil (Sikecil). Dengan bermodalkan semangat yang masih ’marak’ (layaknya anak kecil di masa-masa pertumbuhannya dan keingintahuannya untuk segala hal), seharusnya pengurus HKI lebih lagi memberikan perhatian. Dengan menyokong dan memotivasi jemaat dan pelayan di sana agar dapat semakin ’dewasa’ dan dapat matang dulu dalam berbagai hal, khususnya penatalayanan dalam ibadah-ibadah gereja. Jika diibaratkan anak kecil, minimal sudah dapat berjalan meskipun masih tertatih dengan kedua kakinya dan sudah mengenal berbagai struktur organ tubuhnya yang fital dan kegunaannya. Namun, sangat disayangkan adalah seakan-akan dengan tidak memperhatikan keadaan di atas pengurus HKI malah melakukan hal yang jauh dari apa yang diharapkan. Perpindahan pelayan fulltimer dari tengah-tengah kehidupan jemaat yang baru tumbuh layaknya HKI Muara Bungo menjadi gelombang efek negatif atas pertumbuhan jemaat di sana. Di berbagai bentuk pelayanan gerejawi tidak lagi berjalan dengan semestinya, bahkan perselisihan tidak dapat dihindarkan antara sesama jemaat, khususnya para pelayan yang jumlahnya juga sangat tidaklah memadai. Maka, jelas saja jika akhirnya, saat ini HKI Muara Bungo hanya tinggal bangunan tanpa adanya bentuk dan kegiatan gerejawi yang semestinya.

Bagaimanakah peran jemaat dan pelayan HKI lainnya memandang kondisi ini? Jika Paulus menyatakan ”dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorangpun, sebab apapun yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia...”(2 Korintus 11:9), adalah baik dan seharusnya antar jemaat Tuhan memberikan perhatiannya terhadap jemaat dan palayan lain yang membutuhkan, maka perlu dipertanyakan bagi Gereja HKI dengan segenap elemennya baik pelayan dan jemaat sendiri, terhadap semangat Galatia 6:2, untuk saling bertolong-tolonglah menanggung beban sebagai jemaat Kristus dalam Rumah Besar HKI? Agar kiranya tidak satupun dari jemaat Tuhan menjadi kekurangan dan bahkan hadirnya ”sikecil-sikecil” yang malang lainnya.

Semoga!!!

1 comment:

  1. Kami Pinjam Gerejanya ya Pak Pendeta.. Kami juga lagi merintis....

    ReplyDelete

ketertarikan para sobat