_BERSUKACITALAH & MENURUTSERTAKAN DIRI UNTUK MENGHADIRKAN SERTA MEMPERTAHANKANNYA_

Thursday, March 11, 2010

KEMATIAN YESUS KRISTUS


KEMATIAN YESUS

I.       PENDAHULUAN
A. Mengenai Lukas
Injil Lukas adalah kitab pertama dari kedua kitab yang dialamatkan kepada seorang bernama Teofilus (Luk 1:1,3; Kis 1:1). Walaupun nama penulis tidak dicantumkan dalam dua kitab tersebut, kesaksian yang bulat dari kekristenan mula-mula dan bukti kuat dari dalam kitab-kitab itu sendiri menunjukkan bahwa Lukaslah yang menulis kedua kitab itu. Waktu penulisan berkisar tahun 60-63. Lukas adalah seorang petobat Yunani, satu-satunya orang bukan Yahudi yang menulis sebuah kitab di dalam Alkitab. Roh Kudus mendorong dia untuk menulis kepada Teofilus (Teofilus: seorang yang mengasihi Allah) guna memenuhi suatu kebutuhan dalam jemaat yang terdiri dari orang bukan Yahudi. Suatu kisah yang lengkap mengenai permulaan kekristenan. Kisah ini terdiri atas dua bagian: kelahiran, kehidupan dan pelayanan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus (Injil Lukas); dan pencurahan Roh di Yerusalem dan perkembangan selanjutnya dari gereja mula-mula (Kitab Kisah Para Rasul). Kedua kitab ini merupakan lebih dari seperempat bagian dari seluruh PB.  

Ketika ia menulis Injilnya, gereja bukan Yahudi belum memiliki Injil yang lengkap atau yang tersebar luas mengenai Yesus. Matius menulis Injilnya pertama-tama bagi orang Yahudi; sedangkan Markus menulis sebuah Injil yang singkat bagi gereja di Roma. Orang percaya bukan Yahudi yang berbahasa Yunani memang memiliki kisah-kisah lisan mengenai Yesus yang diceritakan oleh para saksi mata, juga intisari tertulis yang pendek tetapi tidak suatu Injil yang lengkap dan sistematis (lih. Luk 1:1-4). Jadi, Lukas mulai menyelidiki segala peristiwa itu dengan saksama "dari asal mulanya" (Luk 1:3). Lukas mengerjakan penelitiannya di Palestina sementara Paulus berada di penjara Kaisarea (Kis 21:17; Kis 23:23--26:32), dan menyelesaikan Injilnya menjelang akhir masa itu atau segera setelah ia tiba di Roma bersama dengan Paulus (Kis 28:16).

Injil Lukas mulai dengan kisahan masa bayi yang paling lengkap (Luk 1:5--2:40) dan satu-satunya pandangan sekilas di dalam Injil-Injil mengenai masa pra remaja Yesus (Luk 2:41-52). Setelah menceritakan pelayanan Yohanes Pembaptis dan memberikan silsilah Yesus, Lukas membagi pelayanan Yesus ke dalam tiga bagian besar: pertama: pelayanan-Nya di Galilea dan sekitarnya (Luk 4:14--9:50); kedua: pelayanan-Nya pada perjalanan terakhir ke Yerusalem (Luk 9:51--19:27); dan ketiga: minggu terakhir-Nya di Yerusalem (Luk 19:28--24:43).

II.    ISI NATS (Lukas 23: 26-32)
Penjahat yang dijatuhi hukuman mati harus membawa sendiri salib yang berat itu ke tempat eksekusi. Begitulah Yesus melaksanakan proses hukumannya sebagai terdakwa penjahat atas hukum agama dan politik yang dikritisinya pada masaNya. Setelah pergumulan rohani yang berat di Taman Getsemani, tanpa sedikit pun waktu untuk tidur atau beristirahat, dan setelah semua penderitaan yang dialami di depan pengadilan Pilatus dan Herodes, Kehadiran Simon dari Kirene tidak terlepas dari ketidak berdayaan jasmani Yesus untuk memikul salib-Nya terus; maka Simon dipilih untuk membawa salib itu (ayat 26). Bdn. nubuatan Mikha, dia meratapi kebobrokan dalam masyarakat di mana dia hidup. Kekerasan, ketidakjujuran, dan kebejatan merajalela di kota itu. Sedikit sekali orang yang sungguh-sungguh saleh (ayat Mi 7:2), dan kasih keluarga nyaris tidak ada lagi (ayat Mi 7:6).

Perjalanan Yesus menuju Bukit Tengkorak diiringi tangis para pengikut-Nya (ayat 27). Namun di tengah penderitaan-Nya itu, Yesus menegur mereka agar tidak menangisi diri-Nya. Mereka seharusnya menangisi diri mereka sendiri karena Yerusalem kota tempat tinggal mereka, akan ditimpa kehancuran dahsyat sebagai akibat penolakan Israel terhadap kehadiranNya(ayat 28). Yesus bukan tidak berterima kasih atas simpati yang mereka tunjukkan, tetapi Dia ingin menyampaikan betapa parah malapetaka yang akan mereka alami. Begitu parahnya keadaan saat itu hingga seorang ibu mandul, yang oleh bangsa Israel dianggap kena kutuk, akan mensyukuri keadaannya sebab ia tidak perlu melihat penderitaan anaknya dalam masa sulit itu (ayat 29-30). Maka Yesus memberi perbandingan, jika Dia yang tidak bersalah saja diperlakukan begitu buruk oleh tentara Roma, apalagi bencana yang akan mereka alami nanti ketika keruntuhan Yerusalem tiba (ayat 31). Keadaan itu digambarkan Yesus layaknya “kayu hidup” dan “kayu kering”; yang berbuah dan yang tidak menghasilkan buah.  Itulah peringatan Yesus yang terakhir kalinya sebelum Dia meneruskan perjalanan menuju salib bersama dua orang kriminil lainnya.

III. APLIKASI
Ignatius yang berasal dari Syria, bishop dari Antiokhia, murid Rasul Yohanes,  yang hidup antara tahun 50-115 M, dalam perjalanannya dihukum mati sebagai martir dengan diadu dengan binatang buas, menulis tentang Kristus: "Dia disalibkan dan mati di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Dia benar-benar disalibkan dan mati di hadapan penghuni sorga, penghuni bumi dan bawah bumi…”. Apa arti kematian Yesus Kristus bagi manusia? Pertanyaan ini penting karena kematian Yesus bukanlah satu peristiwa umum di antara begitu banyak peristiwa kematian dalam sejarah umat manusia. Tentu saja ada orang yang beranggapan bahwa kematian Yesus tidak mempunyai signifikansi apa-apa. Atau, kalaupun ada, signifikansinya hanya bersifat teladan moral dari seorang pejuang dan guru moral yang berani mati demi memegang teguh pada prinsip dan pengajaranNya. Pandangan-pandangan demikian biasanya berangkat dari asumsi bahwa kematian Yesus tidak diikuti kemudian oleh kebangkitanNya. Namun kita percaya, sebagaimana disaksikan oleh Perjanjian Baru, Yesus bukan saja mengalami kematian. Namun, Dia juga dibangkitkan oleh Allah. Karena itu, kematian Yesus menemukan makna signifikansi baru. Tanpa kepercayaan kepada kenyataan kebangkitan Yesus, kematianNya memang akan menjadi satu peristiwa yang meaningless atau tak bermakna secara teologis.

Dalam terang kebangkitan Yesus tersebut, bagaimana kita dapat memaknai kematianNya? Sebenarnya banyak makna teologis dan implikasi spiritual yang dapat kita eksplorasi dari peristiwa kematian Yesus. Bahkan salib, simbol kematian Yesus itu, adalah jantung pengajaran dan spiritualitas Kristen. Kematian Yesus memiliki pelbagai makna diantaranya adalah substansial-soteriologis dan demonstratif-eksemplaris.

Kematian Yesus dapat kta pahami sebagai "korban", bukan dalam arti victim, tetapi sacrifice, pengorbanan. Dengan menggunakan istilah ini, Perjanjian Baru, khususnya kitab Ibrani, ingin mengungkapkan bahwa kematian Yesus adalah penggenapan terhadap bentuk-bentuk korban yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Dalam PL, banyak ritual persembahan korban, antara lain korban pendamaian, yang dilakukan oleh seorang Imam Besar. Kematian Yesus adalah korban yang sempurna dan dipersembahkan oleh seorang Imam Besar yang sempurna, yakni diriNya sendiri. (Ibrani 9: 11-12). Jadi, Yesus adalah Imam Besar yang datang kepada Allah dengan membawa korban dan korban itu adalah diriNya. Karena itu korban persembahan Yesus adalah korban yang sempurna. Dalam konteks inilah maka Paulus bicara mengenai kematian Yesus sebagai "jalan pendamaian"(Roma 3: 25) sebagaimana korban PL adalah suatu simbol jalan pendamaian manusia dan Allah.
Melalui kematian tersebut, tersedia suatu dasar ilahi bagi Allah untuk mengampuni manusia-manusia berdosa. Bagaimana Allah yang benar dan kudus dapat mengampuni manusia yang berdosa, sedangkan dosa adalah suatu kondisi dan tindakan manusia yang "melukai" kemuliaan Allah? Di sinilah letak jasa kematian Yesus. Yesus melalui kematianNya, membayar penuh "hutang-hutang" manusia yang telah mencederai kemuliaan Allah. "Ia mengampuni segala pelanggaran dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita (Kolose 2:13b-14). Bagaimana pengampunan itu dapat terjadi? Dalam konteks ini, kita perlu pahami bahwa bahwa pengampunan itu dimungkinkan oleh kematian Yesus sebagai kematian yang menggantikan kita (substitutionary). Seharusnya manusialah yang dihukum oleh keadilan Allah. Tetapi Yesus menggantikan manusia, memikul dosa manusia, dan menerima penghukuman tersebut, (bd. Gal 3:13). Dalam kematianNya Yesus mewakili umat manusia. Yesus adalah representasi manusia di hadapan Allah;” Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru" (Ibr. 9:15). Tetapi untuk mendapatkan bagian dalam perjanjian tersebut, untuk dapat menikmati "keterwakilan” kita di dalam kematian Yesus, kita perlu “berpartisipasi” suatu isitilah yang sering digunakan Paulus untuk menggambarkan "kesatuan spiritual" antara manusia dan Yesus Kristus, yang dapat diartikan sebagai percaya, menerima dan mendapat bagian dalam kematian dan kebangkitanNya (bnd Rom 6:6,8; 8:1).
Kematian Yesus adalah suatu demokrasi kasih Allah yang tertinggi kepada manusia. Makna demonstratif dan eksemplaris ini memang tidak boleh dilepaskan dari makna substansial yang disebutkan diatas, karena ada kecenderungan menjadikan kematian Yesus sebagai suatu teladan moral. Tetapi makna ini perlu dikaji karena memang kematian Yesus menjadi suatu "display" teragung dari kasih Allah kepada manusia, seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma 5:8," Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."(But God demonstrates his own love for us in this: While we wer still sinners, Christ died for us). Kita dapat sangat tergetar oleh kisah Abraham mempersembahkan Ishak, anak tunggalnya, kepada Allah di gunung Moria. Tetapi dalam praktek agama-agama lain pada waktu itu, persembahan demikian bukanlah sesuatu yang sangat luar biasa. Yang jauh lebih luar biasa dan tak terkatakan adalah kisah Allah yang mempersembahkan dirinya kepada manusia. Yesus bukan hanya seorang manusia. Tetapi Dia adalah Anak tunggal Allah. Bahkan lebih dari itu, Dia adalah Allah itu sendiri, Pribadi ke-2 dari Allah Tritunggal. Dan dia mati untuk manusia; bahwa Allah mati bagi manusia. Yohanes mengatakan "Allah adalah kasih,"(1 Yoh 4:8). Apakah yang paling jelas mendefinisikan pernyataan iman tersebut selain peristiwa salib? Yohanes sendiri menegaskan hal ini dalam ayat berikutnya."Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan ditengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia supaya kita hidup olehNya."Dan setiap kali bertanya, apakah Allah mengasihi kita, apakah Dia memperhatikan kondisi hidup kita, kisah kematian Yesus kiranya dapat mendemonstrasikan kembali betapa Dia mengasihi kita.
Kristus telah wafat bagi kita agar kita dapat berperan sebagai anak-anak Allah yang efektif untuk membawa pembaharuan dalam kehidupan ini. Dengan demikian melalui kematian Kristus, karya keselamatan Allah secara esensial dan substansial telah memperdamaikan seluruh umat manusia dengan Allah dan sesamanya. Perenungan kita pada masa sengsara Yesus tak cukup hanya tentang kedahsyatan penderitaan yang Yesus pernah tanggung. Penderitaan Yesus seharusnya membangkitkan keinsafan tentang betapa lebih mengerikan penderitaan orang yang tidak hidup serasi dengan salib Yesus, karena tidak mungkin luput dari murka Allah. Oleh karena itu, nyatakanlah syukur kita terhadap pengorbanan-Nya dengan menyalibkan sifat dosa kita tiap saat.

IV. ILLUSTRASI
Kematian Yesus Kristus bisa diillustrasikan bagaikan tanaman gandum. Jika biji gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia akan tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Begitu juga dengan tanaman bunga splir; tanaman splir dapat berkembang banyak dan mengiasi taman rumah, jika biji-biji kecil yang ada di atas dedaunannya kemudian mati dan jatuh di atas tanah. Demikianlah, kematian Kristus bagi kita, kematian yang dimotivasi oleh inisiatif kasih terhadap manusia ciptaanNya; untuk memberikan kehidupan baru bagi kita.

No comments:

Post a Comment

ketertarikan para sobat