_BERSUKACITALAH & MENURUTSERTAKAN DIRI UNTUK MENGHADIRKAN SERTA MEMPERTAHANKANNYA_

Thursday, December 31, 2009

PONDASI DAN PENGHARAPAN UNTUK TAHUN 2010

0 comments

PENGHARAPAN dan PONDASI
“MENILIK DALAM PERSPEKTIF PERJANJIAN LAMA
SEBAGAI PERSIAPAN UNTUK MEMASUKI
TAHUN 2010”
PENGANTAR
Meninjau lebih jauh kesejarahan kekristenan dalam literatur pondasi iman kristiani yakni Alkitab, maka kita tidak akan putus-putusnya menemukan keajaiban karya Allah di dalam sejarah manusia dan peradabannya. Demikianlah, kemudian manusia diarahkan atas suatu pola hidup untuk selalu melihat adanya karya yang tiada batas atas hidupnya. Dan, menjadi awal dari berbagai kekuatan yang dihadirkan untuk menyongsong setiap keterbukaan pada hidup yang bergerak dinamis dan terus berubah. Di tengah jatuh bangunnya manusia atas fenomena hidup yang dialaminya, muncul kemudian kesadaran secara sadar atas suatu kerinduan campur tangan yang lebih besar dari kekuatan manusia itu sendiri; yang kemudian terakumulasi pada suatu keyakinan memperoleh kemenangan atas pertandingan hidup; meski belum dialami, namun dengan sadar percaya akan mengalaminya. Itulah yang kemudian diterjewantahkan dalam bentuk pengharapan yang ada dalam setiap diri manusia atas kehidupannya.
Alkitab, terlebih Perjanjian Baru banyak bercerita mengenai pengharapan yang manusia cari-cari dalam kehidupannya; yang semakin dikuatkan oleh cerita peristiwa penyelamatan oleh semata kasih dari Allah untuk manusia melalui kehadiran inkarnasi Allah dalam diri Yesus Kristus yang menyentuh segenap aspek kehidupan manusia. Akan tetapi jarang kemudian ditemukan, banyak jemaat Tuhan melihat hal yang sama diwartakan oleh Perjanjian Baru atas pengharapan, juga menjadi tedensi dari kabar baik yang diwartakan oleh Perjanjian Lama. Ternyata, Perjanjian Lama juga tidak sedikit memperbincangkan hubungan iman dengan pengharapan yang akan datang.
Bultmann, salah satu dari banyak para teolog meyakini akan keterbukaan terhadap pengharapan masa depan sebagai yang menentukan dalam pandangan Perjanjian Lama tentang Allah, manusia dan sejarah. Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan hubungan kenyataan masa lalu dan masa kini sebagai salah satu aspek paling penting, yakni pengharapan akan masa depan.
Lewat tulisan sederhana ini, kami akan uraikan secara sederhana terhadap pandangan Perjanjian Lama mengenai pengharapan; sebagai pondasi dan motivasi bagi kita untuk berlaku siap menghadapi berbagai bianglala kehidupan di tahun 2010. Semoga!
HASIL PENILIKAN
I. Perkembangan Pengharapan (eskatologi) bangsa Israel
Perkembangan pengharapan masa depan dalam sejarah Israel sudah berlangsung lama, hal ini ditandai bahwa sejak awal Israel sudah memiliki semacam harapan akan masa depan. Hal ini nyata dapat kita temukan dalam beberapa tulisan dalam Perjanjian Lama seperti; Kejadian 12:1-3; 49; Keluaran 3:8; Bilangan 24; Ulangan 33; 2 Samuel 7; 23:3-5; Amos 5:18 dan Mazmur 2; 45; 68; 110. Secara terinci dapat kita temukan pemaparan akan pengharapan manusia dalam Perjan­jian Lama mulai dari riwayat zaman permulaan; Kejadian 1:26; 2:17; 3:14­20; 4:11-15; 6:5-8; 8:21-22; 11:4 dan yang berkaitan. Pada umumnya pengharapan di sini merupakan pandangan yang optimistis tentang masa depan, yang meng­harapkan berkat-berkat jasmani dan rohani baik dalam dunia politik maupun keluarga. Harapan akan keselamatan dalam riwayat zaman per­mulaan tersebut sebagian besar bersangkut-paut dengan kelestarian tatanan kehidupan non-radikalistik (ide-ide pengharapan yang radikal muncul dikemudian harinya).
Dasarnya ialah keyakinan "bahwa sejarah bergerak dengan tujuan tertentu yang ditentukan oleh Allah, dan Allah berkarya dalam sejarah untuk memasti­kan tujuan tersebut". Ide-ide seperti inilah yang kemudian sering di­sebut dengan "eskatologi". Akan tetapi, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa pengertian eskatologi yang lebih sempit yakni sebagai "ajaran tentang akhir zaman" sangat jarang ditemukan dalam teologia Perjanjian Lama.
Berbagai usaha telah diadakan untuk menjelaskan asal mula dan dasar eskatologi di tengah bangsa Israel. Dan oleh Volz, menyatakan bahwa paham kebangsaan adalah sebagai sumber dari kehadiran konsep pengharapan atau eskatologi Israel. Namun, oleh Gressmann menekankan bahwa unsur-unsur mite dari pemikiran mitis di dunia timur kuno adalah sumbernya. Lain halnya dengan Mowinckel, bahwa eskatologi bangsa Israel berawal dari ketidakpuasan rakyat atas kehadiran pengangkatan Raja sebagai pemimpin mereka yang ternyata jauh dari gambaran raja yang mereka harapkan.
Dengan begitu, jelaslah bahwa eskatologi Perjanjian Lama mempunyai dasar histo­ris dan teologis; keyakinan dasar yang dianut dalam Perjanjian Lama ialah bahwa Allah berkarya dalam sejarah Israel. Untuk itu, kita dapat melihat harapan-harapan akan masa depan dalam Perjanjian Lama didasarkan pada beberapa substansi: 1) Kepastian bahwa Allah tetap berkarya walaupun kehidupan bisa saja sulit; 2) Ketegangan antara kehadiran Allah dan ketersembunyian-Nya, yang menimbulkan pengharapan akan kehadiran Allah secara sem­purna pada masa depan; 3) Pemahaman tentang dosa dan ketidakpercayaan Israel secara radikal, yang hanya dapat diatasi oleh anugerah Allah; 4) Keyakinan para nabi bahwa Allah akan berkarya pada masa depan, sebagaimana karyaNya pada masa lalu, walaupun dengan cara yang benar-benar baru.
I. Eskatologi para nabi
Periode klasik dalam perkembangan eskatologi Israel adalah zaman nabi nabi. Penghakiman dan keselamatan digambarkan dengan sejelas-jelasnya dalam pemberitaan mereka seperti yang tampak pada hampir setiap halaman tulisan mereka. Perlu diketahui bahwa Nabi-nabi sebelum pembuangan merujuk pada optimisme Israel yang populer dan memberitakan penghakiman Allah yang radikal; sedangkan nabi-nabi pada masa pembuangan mem­perkenalkan suatu optimisme yang baru sambil menunjuk kepada permulaan, ciptaan dan keselamatan yang baru. Dari banyak ciri-ciri pengharapan pada masa nabi, ada empat ciri utama yang dapat dipisahkan yakni menyangkut waktu, umat, tempat dan tokoh.
A. Hari Tuhan
Sejak awal zaman para nabi terdapat suatu keyakinan akan waktu atau "hari" ketika Allah akan campur tangan dalam sejarah Israel (Am 5:18­-20). Keyakinan itu nyata dalam ungkapan "hari TUHAN" (lih. Yes 13:6, 9; Yeh. 13:5; Ob. 15; Zef. 1:7, 14; Za. 14:1).
B. Pembaruan Rohani
Nabi-nabi menantikan pembaruan umat Allah. Setelah penghukuman akan ada pembaruan (Yer. 29:14, 30:3; Yeh. 16:53; Zef. 3:30). Bangsa Israel akan dibawa ke pembuangan, tetapi sisa bangsa itu akan kembali (Yes. 7:3; 10:20-22; Yer. 23:3). Mereka akan ikut serta dalam suatu keluaran baru (Yes. 4:5; 10:24-27; 35; 51:9-11; 52:12; Hos. 11:10-11); suatu perjanjian baru akan diadakan (Yer. 30-33 bnd. Yes. 55:3; Yeh. 16:60, 34:25-31); dan Allah akan memberi mereka roh yang baru (Yeh. 11:19, 36:26, 37:1-14 bnd. Yes. 11:2; Yeh. 18:31; Hos. 6:1-3).
C. Harapan yang bersifat kebendaan
Dalam eskatologi yang dikumandangkan oleh para nabi terdapat juga aspek kebendaan, khususnya menyangkut tempat. Hal ini sering diungkapkan dengan ide-ide tentang pembaruan dunia yang bersifat idaman, dan memiliki dua garis utama. Tema tentang kembalinya Firdaus muncul berulang-ulang dalam tulisan para nabi (Yes. 11:6-9, 25:8, 51:3; Mi. 4:3). Di samping itu ada pengharapan akan tanah suci yang diperbarui (Yes. 62:4 bnd. 65:17; Yer. 30:3, 32:6-15, Yeh. 20:40-42) dan kota suci yang diperbarui (Yes. 60-66; Yeh. 40-48; Mi. 4:1-2; Za. 2).
D. Mesias
Akhirnya, ketika umat Israel dalam pengharapan dan memandang ke masa depan, mereka tidak jarang memusatkan perhatian pada seorang tokoh yang akan diutus Allah. Hal itu tidak mengherankan karena mereka telah menga­lami bahwa Allah membangkitkan orang-orang tertentu untuk meme­nuhi kebutuhan politik maupun rohani mereka, seperti para hakim, imam, raja, nabi dan orang bijaksana lainnya. Konsep Mesias, walaupun jarang dihu­bungkan dalam Perjanjian Lama dengan kata aslinya dalam bahasa Ibrani (masyiakh); dapat dilihat pada berbagai zaman, teristimewa berhubungan dengan gambaran Anak Daud (2 Sam. 7; Yes. 9; 11 bnd. Mzm. 89; 132) dan hamba Tuhan (Yes. 42, 49-50, 53). Jelaslah pengharapan akan Mesias merupakan salah satu perhatian yang paling penting dalam teologia Perjanjian Lama sembari menantikan penggenapannya oleh Perjanjian Baru.
II. Eskatologi Apokaliptik
Menjelang akhir zaman Perjanjian Lama, apokaliptik mulai mengganti­kan peranan nubuat. Hal ini mula-mula dapat dilihat dalam Yesaya 24-27 dan 56-66, Daniel, Yoel dan Zakharia 9-14; dan banyak kitab apokaliptik ditulis selama zaman antara Perjanjian Lama dan Per­janjian Baru. Teolog Perjanjian Lama, Von Rad, berpen­dapat bahwa pemikiran apokaliptik berasal dari tradisi hikmat, namun kebanyakan ahli Perjanjian Lama sependapat bahwa apokaliptik harus dimengerti terutama sekali sebagai perkembangan dari nubuat, walaupun mereka tidak menyangkal adanya hubungan apokaliptik dengan hikmat. Perkembangan ini pertama-tama didorong oleh kekecewaan yang dialami oleh orang-orang Yehuda yang pulang dari pembuangan ke tanah perjanjian. Mereka pulang dengan harapan-harapan besar, namun kemudian mereka menyadari bahwa negeri mereka tetap dijajah oleh kekuasaan asing dan hampir tidak mungkin menjadi negara yang merdeka kembali. Provinsi Yehuda dalam kemaharajaan Persia hanya tinggal bayangan kejayaan kerajaan Israel dulu. Keadaan ini sangat mengecewa­kan mereka yang mengandalkan janji-janji Allah tentang pemulihan yang gilang-gemilang. Bagaimana eskatologi para nabi dapat disejajarkan bahkan dihidupi dengan kenyataan hidup yang pahit sesudah pembuangan? Masalah ini dipecahkan oleh para pelihat yang mampu memandang (melampaui sejarah) kepada suatu zaman keselamatan yang baru, yang akan diprakarsai Allah. Dengan demikian, ada kecenderungan ke arah Transendentalisme (pandangan bahwa penggenapan akhir dari rencana Allah akan terjadi di luar sejarah dunia ini) dan dualisme (pandangan yang mempertentangkan zaman ini dengan zaman yang akan datang). Dua ciri eskatologi apokaliptik ini yang patut diperhatikan secara khusus ialah tokoh "Anak Manusia" (Daniel 7) dan gambaran tentang ke­bangkitan orang mati (Yes. 26:19; Dan. 12). Kedua-duanya menjadi sangat penting dalam pemikiran Yahudi dan Kekristenan pada kemudian hari.
Akhirnya…
Dari penjabaran di atas, jelas kita melihat bahwa Perjanjian Lama juga memiliki konsentrasi atas pengharapan manusia (Israel) terhadap kehidupannya dan begitu pentingnya pengharapan akan masa depan sebagai teologia Perjanjian Lama. Namun, perlu digaris bawahi bahwa berpegangan hanya pada Perjanjian Lama saja tidak lengkap, karena masih menantikan karya Allah yang akan melengkapinya. Penggenapan ini akan dilakukan oleh Allah yang sama dalam konteks sejarah yang sama seperti karya Allah yang dikumandangkan dalam Per­janjian Lama. Di dalam tulisan-tulisan apokaliptik menjadi jelas bahwa sejarah yang diarahkan oleh Allah ini tidak terbatas kepada sejarah Israel, ataupun sejarah dunia ini. Ada harapan bahwa karya yang baru itu dari segi tertentu akan sejalan dengan karya sebelum­nya, kendati pada saat yang sama juga berbeda secara radikal dan lebih lengkap. Jadi, Perjanjian Lama menantikan masa depan; dan dalam pemahaman Kristen Perjanjian Lama menanti-nantikan Perjanjian Baru.
Demikianlah kehadiran kita saat ini, setelah 365 hari, 52 minggu dan 12 bulan kita jalani dengan berbagai hal yang menjadi isi dari ruang dan waktu yang sebisa mungkin kita hidupi akhirnya tiba pada sebuah penghujung, 2009 akan berakhir denga pelbagai keberhasilan dan kegagalannya. Terlepas seberapa banyak pengharapan kita sejak menginjakkan kaki di awal 2009 dengan jawaban atau penggenapannya, akhirnya akan kita akhiri. Saudara, riwayat Perjanjian Lama di atas tentang pengharapan bangsa Israel, jelas memberi kita pengajaran akan bagaimana pengharapan itu hadir dan digenapi. Semua semata-mata hanya karena izin dari Allah yang punya rencana dan yang juga membawa kita untuk mencapai tujuan yang stelah ditetapkanNya bagi setiap manusia. "Bahwa sejarah bergerak dengan tujuan tertentu yang ditentukan oleh Allah, dan Allah berkarya dalam sejarah untuk memasti­kan tujuan tersebut"; demikianlah kita akan menapaki tahun 2010, dimana waktu terus melaju tanpa pernah berhenti untuk menunggu kita, siap atau tidak kita harus terlibat di dalamnya untuk bersama dengan dunia hadir dengan eksistensi kita masing-masing. Jika, kita percaya bahwa Tuhan yang menggerakkan sejarah waktu, maka percayakanlah setiap kehidupan kita kepadaNya dalam berbagai tantangan, kesempatan, hambatan dan peluang yang telah dipersiapkan bagi kita di tahun 2010 ini. Dari empat pengharapan para nabi, kita sudah menikmati dua diantaranya yakni hari Tuhan dan kehadiran Mesias, Kristus Yesus dengan perdamaianNya; pastinya kita juga mengharapkan pemulihan dan pemenuhan kebendaan atas hari-hari kita (kesejahteraan perekonomian misalnya), sesuatu yang wajar untuk kita idamidamkan. Akan tetapi, mari jadikan pembaharuan rohani menjadi pondasi penggenapannya, dengan demikian kita akan dimampukan untuk merasakan kehadiran campurtanganNya dalam setiap dimensi kehidupan kita. Yohanes mengingatkan kita dalam pasal 6:27 “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." Dan, Lukas dalam pasal 7:24-27 mengajarkan bagaimana kita memasuki tahun 2010 dengan pondasi yang semestinya, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." Akhirnya, bukankah Paulus mengingatkan kita lewat suratnya kepada jemaat Korintus dalam 1 Kor. 3:10-23 untuk mempersiapkan dasar dari bangunan yang akan kita dirikan di tahun 2010 ini “ …tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun…seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus…Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api. Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu…”. Semoga!
Bahan bacaan:
1) L. Baker David, Satu Alkitab Dua Perjanjian, Jakarta: BPK-GM, 2001;
2) Rad, G. Von, The origin of the concept of the Day of Yahweh, Journal of Semitic Studies;
3) Barth, C., Theologia Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK-GM, 2004;
4) Agustinus Gianto, SJ., Dag-dig-dug Byarr (Kumpulan Ulasan Injil), Yogyakarta: Kanisius, 2004

READ MORE - PONDASI DAN PENGHARAPAN UNTUK TAHUN 2010

Saturday, December 26, 2009

MENGALAHKAN atau DIKALAHKAN DUNIA?

0 comments
PNB HKI SIMALINGKAR: 
AUTHORITY OF MY WORLD 
(1 YOHANES 5:4)
“sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. 
Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.


LATAR BELAKANG
Lima kitab dalam PB ditulis oleh Yohanes: sebuah Injil, tiga buah surat dan kitab Wahyu. Walaupun Yohanes tidak memperkenalkan dirinya dengan menyebut namanya di surat ini, saksi-saksi dari abad kedua (mis. Papias, Ireneus, Tertullianus, Klemens dari Aleksandria) menegaskan bahwa surat ini ditulis oleh rasul Yohanes, salah seorang dari dua belas murid Yesus. Kesamaan kuat dalam gaya penulisan, kosakata, dan tema di antara surat ini dengan Injil Yohanes memperkuat kesaksian kekristenan mula-mula yang dapat diandalkan bahwa kedua kitab ini ditulis oleh rasul Yohanes. Penerima surat ini tidak disebutkan. Tidak ada salam atau nama orang, tempat, atau peristiwa di dalam surat ini. Penjelasan yang paling tepat untuk menerangkan kenyataan yang agak aneh ini ialah bahwa dari tempat tinggalnya di Efesus, Yohanes menulis surat yang sama kepada berbagai gereja di propinsi Asia yang berada di bawah tanggung jawab rasulinya (Why 1:11). Karena jemaat-jemaat itu mempunyai persoalan dan kebutuhan yang sama, Yohanes menulis surat ini sebagai sebuah surat edaran dan mengutus utusan pribadinya yang membawa salamnya secara lisan.

Persoalan yang paling menonjol yang melatarbelakangi penulisan surat ini ialah ajaran palsu mengenai keselamatan dalam Kristus dan cara bekerjanya di dalam diri orang percaya. Beberapa orang, yang dahulu merupakan bagian dari sidang pembaca, kini sudah meninggalkan persekutuan jemaat (1Yoh 2:19), tetapi hasil dari ajaran palsu mereka masih memutarbalikkan Injil mengenai bagaimana mereka bisa "mengetahui" bahwa mereka mempunyai hidup kekal. Dari segi doktrin, ajaran sesat mereka menyangkal bahwa Yesus itulah Kristus (1Yoh 2:22; bd. 1Yoh 5:1) atau bahwa Kristus menjelma menjadi manusia (1Yoh 4:2-3); dari segi etika, mereka mengajarkan bahwa menaati perintah Kristus (1Yoh 2:3-4; 1Yoh 5:3) dan hidup kudus dan terpisah dari dosa (1Yoh 3:7-12) dan dari dunia (1Yoh 2:15-17) tidak diperlukan untuk iman yang menyelamatkan (bd. 1Yoh 1:6; 1Yoh 5:4-5).

ALAMAT SURAT
Surat pertama tidak tertera alamat yang dituju sama sekali dan tidak ditujukan kepada pihak tertentu. Tampaknya surat ini merupakan surat edaran yang ditulis untuk sejumlah gereja yang sedang menghadapi masalah yang sama. Surat yang kedua ditujukan kepada 'seorang ibu yang terpilih' (2Yoh. 1), dan pendapat yang paling lazim adalah surat ini diberikan kepada seorang ibu Kristen yang anak-anaknya juga hidup dalam kebenaran (2 Yoh. 4). Namun demikian, beberapa orang berpendapat bahwa ini merupakan cara Yohanes berbicara tentang suatu gereja. Surat ketiga ditujukan kepada seorang teman yang bernama Gayus, seseorang yang sedang melakukan suatu pekerjaan istimewa mengatur dan memelihara para pekerja Kristen (3 Yoh. 5-8).

MASALAH YANG DIHADAPI
Terdapat dua masalah sekaligus. Seperti jemaat Kristen lainnya, mereka diwabahi oleh guru-guru palsu yang menggiring banyak orang ke jalan sesat. Akibatnya, iman Kristen sejati diguncangkan. Bagaimana mereka dapat memastikan bahwa mereka benar-benar Kristen? Bagaimana mereka dapat memberitakan kebenaran dari kesalahan? Rupanya para guru palsu, dan juga seperti yang dilakukan banyak guru lainnya, menolak ajaran para rasul yang menandaskan bahwa Yesus adalah benar-benar Allah dan benar-benar manusia. Masa kini kita terbiasa dengan orang-orang yang mengatakan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa. Anehnya, pada masa itu mereka mempertanyakan apakah Ia sungguh-sungguh manusia. Banyak orang sulit untuk mempercayai bahwa Anak Allah dapat benar-benar hidup di antara kita dalam tubuh manusia. Yohanes mengatakan bahwa pada saat Anda mulai merendahkan Yesus dengan cara apa pun juga, Anda akan kehilangan kabar gembira itu sama sekali.


TUJUAN
Maksud Yohanes dalam menulis surat ini adalah dua:
  1. Untuk membeberkan dan menyangkal doktrin dan etika yang salah dari para guru palsu 
  2. Untuk menasihati anak-anak rohaninya agar mengejar suatu kehidupan persekutuan yang kudus dengan Allah dalam kebenaran, dalam sukacita penuh (1Yoh 1:4) dan kepastian (1Yoh 5:13) hidup kekal, melalui iman yang taat kepada Yesus sebagai Putra Allah (1Yoh 4:15; 1Yoh 5:3-5,12), dan dengan kehadiran Roh Kudus (1Yoh 2:20; 1Yoh 4:4,13). Beberapa orang percaya bahwa surat ini juga ditulis untuk menemani Injil Yohanes.
CIRI-CIRI KHAS
Lima ciri utama menandai surat ini.
  1. Surat ini mendefinisikan kehidupan Kristen dengan memakai istilah yang bertentangan dan dengan seakan-akan tidak memberikan peluang kompromi di antara terang dan gelap, kebenaran dan kebohongan, kebenaran dan dosa, kasih dan kebencian, mengasihi Allah dan mengasihi dunia, anak-anak Allah dan anak-anak setan (dualisme). 
  2. Yang penting, surat ini merupakan satu-satunya kitab PB yang berbicara mengenai Yesus sebagai pengantara (Yun. _parakletos_) kita dengan Bapa pada saat kita sebagai orang yang sungguh percaya berbuat dosa (1Yoh 2:1-2; bd. Yoh 14:16-17,26; Yoh 15:26; Yoh 16:7-8). 
  3. Berita yang disampaikan surat ini didasarkan hampir seluruhnya pada kesaksian rasuli dan bukan pada penyataan PL dahulu; petunjuk kepada PL jelas tidak ada. 
  4. Karena surat ini menyampaikan Kristologi berhubungan dengan penyangkalan suatu bentuk ajaran sesat tertentu, maka itu berfokus pada penjelamaan dan darah (yaitu, salib) Yesus tanpa menyebutkan kebangkitan-Nya secara khusus. 
  5. Gaya penulisannya sederhana dan berulang sewaktu Yohanes membahas berbagai istilah seperti "terang", "kebenaran", "percaya", "tetap tinggal", "mengenal", "mengasihi", "kebenaran", "kesaksian", "lahir dari Allah", dan "hidup kekal".

KAJIAN NATS 
  1. MENGALAHKAN DUNIA (nik ah'o: akan mengalahkan, menaklukkan, mengatasi, menang atas): menaklukkan dunia; nilai-nilai sekular yang tidak humanis, cara-cara yang fasik dan materialistis, mementingkan diri sendir (Lih. 2 Tim. 3: 1-9), yang menjadikan dunia tidak lagi beradab dan penuh kenajisan di hadapan Tuhan. Berhasil mengatasinya berarti juga Menang dengan penuh wibawa dan kuasa, layaknya seorang pemenang (Wahyu 2:7). 
  2. Pertanyaanya adalah bagaimana caranya? Hanya dengan IMAN. Iman (pis'tis: kekuatan iman - Rm 14.22-23; bukti - Kis 17:31) yang mengalahkan dunia adalah iman yang melihat realitas abadi, mengalami kuasa Allah dan kasih Kristus sedemikian. Percaya pada Yesus adalah pekerjaan Allah bukan hanya keputusan manusia. Ketika manusia percaya pada Yesus, saat itu ia dilahirkan dari Allah. Dilahirkan menjadi anak-anak Allah berarti dipersilakan masuk ke dalam relasi kasih. Relasi kasih dengan Allah melalui Yesus inilah yang mendorong kita untuk mampu mengatasi dunia. Iman kepada Yesus yang memberi kita KEKUATAN untuk mengalahkan dunia, karena duniapun telah dikalahkan oleh Yesus: Lihat Yoh 1: 12 “semua yang menerimaNya akan diberi kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yakni mereka yang percaya” Mengapa kekuatan itu hadir? karena di dalam Kristus kita dilahirkan kembali dengan kuasa dan wibawa baru yang ditandai dengan kita telah menjadi anggota keluarga Allah (Lihat hak istimewa dari seorang anak raja yang sering dikenal dengan pangeran). 
  3. Wujud dari KEMENANGAN atas dunia adalah:
    • Kasih kepada Allah, yang mendorong kita untuk juga mengasihi sesama (manusia dan alam beserta isinya, 1 Yoh. 5:1). Mereka menjadi saudara kita di dalam Kristus, tanpa memandang ras, bahasa, budaya, strata ekonomi, atau pendidikan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. 
    • Kasih kepada Allah Menghasilkan ketaatan, 1 Yoh. 5:2. Ini bukanlah tentang bagaimana perasaan kita akan sebab akibat, tetapi bagaimana kita berelasi dengan Allah dan segenap ciptaanNya. Ketaatan itu adalah hidup dengan tunduk pada perintah Allah sebagai pemberian Allah untuk menunjukkan betapa baiknya kehidupan orang yang menaati Dia. Perintah itu diberikan karena Allah tahu bagaimana hidup dengan cara terbaik. MAMPUKAH? Perintah-Nya itu tidaklah berat karena ketika kita dilahirkan kembali di dalam Kristus, kita diberikan hati yang baru yaitu hati yang dipenuhi dengan keinginan untuk menyenangkan hati Allah. Jadi perintah Allah tidak akan terasa berat jika kita sungguh-sungguh mengasihi Dia. (sederhananya, bagaimana mungkin kita menyakiti hati orang yang kita cintai, benar toh? Jadi perbuatan baik dan benar yang kita lakukan meski tampak berat dan terkadang menyakitkan menjadi suatu cara untuk menunjukkan cinta kita kepadanya, tidak dengan paksaan, apalagi mengeluh dan berputus asa. Semua menjadi terasa ringan dan mudah! Maka kemenangan cinta adalah satu keluarga dengan untuk hidup bersama dalam suka dan duka). Lihat. Yoh 16: 33 “supaya kamu beroleh damai sejahtera, meski kamu menderita, sebab Aku telah mengalahkan dunia” dan Wahyu 3:21 “barang siapa menang ia akan kududukkan bersama-sama dengan Aku sebagaimana Aku juga telah menang”
REFLEKSI
Di tengah arena pertandingan, seorang harus tahu terlebih dahulu: kekuatan musuh yang dihadapi dan kekuatannya untuk menghadapi musuh. Demikian pula kita sebagai anak-anak Allah yang setiap saat hidup di kancah pertandingan dunia. Kita bersyukur karena ada yang mengontrol pertandingan ini, yakni Allah yang berdaulat mengizinkan setiap tantangan yang kita hadapi, bersama itu pula Allah memberikan kekuatan-Nya sehingga kita pasti menang. Kemenangan ini pasti karena Allah sendiri yang berperang melawan kuasa dunia. Setiap anak Allah diberi kuasa untuk menang, inilah iman kita kepada Yesus Kristus, Anak-Nya. Berbagai macam bentuk tantangan kita hadapi dalam arena pertandingan dunia, yang bertujuan meneguhkan, supaya kita mampu memperjuangkan kehidupan yang berkemenangan dalam iman.

Di tengah-tengah semaraknya perayaan Natal, tidak bisa dipungkiri bahwa kegagalan demi kegagalan oleh dosa kerap membuat kita lelah, putus harapan, dan kehilangan daya juang untuk mengambil peran sebagai pahlawan iman. Arus dunia semakin deras menentang iman kekristenan, bukan saja dari kalangan non kristen, tetapi justru dari kalangan kristen sendiri. Banyak kita temui pelajar kristen yang hidup dibawah perbudakan narkoba, tawuran, pergaulan dan seks bebas; banyak para pekerja dan pejabat kristen yang memanipulasi waktu, uang, dan jabatannya demi kepentingan diri dan golongannya; banyak kehidupan keluarga kristen yang kacau karena kurangnya keharmonisan yang berujung menghadirkan penghargaan terhadap orangtua dari anak, hingga ketidaksetiaan antar pasangan dan berakhir pada perceraian; banyak aktivis kristen yang menjadi batu sandungan; banyak hamba Tuhan yang mengejar popularitas dan kesuksesan; pemanfaatan hasil alam secara semena-mena dan tidak bertanggungjawab sehingga mengakibatkan global warming (pemanasan global), dan sebagainya.


Terbuka pada kenyataan ini kita menyadari betapa lebih beratnya perjuangan anak-anak Allah di tengah dunia sekuler. Akan kah kita sanggup bertahan dalam arus dunia yang akan semakin deras dan gencar? Sesungguhnya ini bukan pilihan apakah menghindar atau melawan, tetapi inilah konsekuensi sebagai anak-anak Allah yang memang diperhadapkan pada realitas hidup dengan penuh tantangan guna membuktikan bahwa kita benar mengasihi Allah. Sebab jaminan kepastian kemenangan sudah disediakan bagi yang mau setia melakukan perintah-perintah-Nya. Jangan mundur dan menyerah kalah sebelum perjuangan ini selesai adalah jawaban kita atas tantangan dunia, sebab di dalam Kristus kita diberikan kuasa dan wibawa untuk mengalahkan dunia, berdiri di atasnya dan menyaksikan karya Kristus nyata atas dunia. Untuk itulah, kiranya semangat Natal sebagai awal karya penebusan atas dosa-dosa manusia oleh Kristus Tuhan membawa kita pada pembenahan dan pemberdayaan diri dan komunal di dalam Kristus agar kita lebih dimampukan untuk menghadapi bianglala kehidupan ini. 
Semoga!
READ MORE - MENGALAHKAN atau DIKALAHKAN DUNIA?

INISIATIF YANG MENYELAMATKAN

0 comments

PNB HKI MULIOREJO: 

ADA KESELAMATAN DALAM KRISTUS (Yesaya 65:13-16)



Dosa ialah pelanggaran terhadap hukum Allah. Pelanggaran yang berarti ketidaktaatan kepada Allah sama dengan pemberontakan. Pemberontakan adalah pernyataan terang-terangan tentang perlawanan atau permusuhan. Ketika manusia melakukan dosa, itu berarti manusia menyatakan diri bermusuhan dengan Allah. Semua manusia sudah berdosa berarti semua manusia telah menyatakan diri sebagai musuh Allah. Ketika seseorang menjadi musuh Allah, tak ada lagi yang dapat diharapkan selain penderitaan dan kebinasaan.



READ MORE - INISIATIF YANG MENYELAMATKAN

KASIH DAN HORMAT KEPADA ORANGTUA

0 comments

SEKOLAH MINGGU HKI SEMPURNA:


Kasihi dan Hormatilah Orangtua Kita (EFESUS 6: 1-3)

Peraturan kelima untuk kehidupan manusia yang diberikan Allah adalah "Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu kepadamu." (Keluaran 20:12). Perintah ini berhubungan dengan hal-hal yang membuat keberhasilan seperti kebahagiaan, keamanan, singkatnya hal-hal yang biasanya kita inginkan.


READ MORE - KASIH DAN HORMAT KEPADA ORANGTUA

Hidup berkemenangan di dalam Kristus Tuhan

0 comments

HIDUP BERKEMENANGAN
(LUKAS 2: 27-35; Yesaya 52:7-10)

Di tengah zaman hari ini, mungkin sosok Simeon sudah jarang untuk kita temukan, yakni sosok yang saleh dan setia dalam pelbagai perkara di dalam Tuhan (ayat 25), tidak hanya itu saja tetapi juga sosok yang penuh pengharapan atas pemulihan hidup spritual bangsanya. Sosok yang hidup di dalam penantian atas suatu hal yang oleh banyak orang adalah suatu kemustahilan, meskipun begitu Simeon senantiasa setia dan percaya Allah akan memenangkannya. Kehidupan Simeon layaknya penonton yang mengharapkan kemenagan atas tim sepak bolanya, meskipun terkesan tidak mungkin untuk menang. Namun, itulah Simeon, satu dari segelintir orang percaya yang hidup dalam penantian dalam iman dan pengharapan kepada Allah.

Saudara,  jika di antara kita jarang kita temukan sosok seperti Simeon, namun kehidupan yang di jalani Simeon yakni hidup dalam penantian dan pengharapan adalah konteks kehidupan yang sering kita alami dan menjadi bahagian yang tidak terlepaskan atas kehidupan kita. Seiring perputaran waktu, pastinya tiada seorangpun di antara kita tidak menginginkan suatu perubahan yang lebih baik dalam hidup kita. Namun, yang kita dapati adalah jatuh bangun, pelbagai tantangan dan hambatan dari berbagai sektor dimensi kehidupan. Membuat kita patah semangat dan bahkan akhirnya berputus asa, oleh karena apa yang kita harapkan tiada kunjung datang; masalah yang tiada putus-putusnya, perekonomian keluarga tak kunjung membaik, hubungan antara anggota keluarga yang tak juga bisa harmoni, dihantui rasa kwatir atas kehidupan anak atau keluarga anak-anak yang sedang bermasalah, dan bermacam kegalauan hidup lainnya yang bisa mengarahkan kita pada kejenuhan dan akhirnya berserah pada waktu, pesimis dan bahkan fatalistik;“ aha namasa ima na niula”.

Dengan berbagai harapan yang tidak kunjung datang, juga sering membawa kita pada berbagai pertanyaan yang mempertanyakan janji Tuhan atas hidup kita? Ya, inilah yang mungkin sudah kita jalani di tahun 2009 ini, banyak hal yang mungkin sudah kita peroleh, namun banyak hal juga yang mungkin belum juga berhasil kita wujudkan, bahkan kegagalan. Dan, tidak jarang kita akhirnya menyerah.

Saudara, Simeon dalam ketegaran hidupnya di dalam iman pengharapan kepada Allah, dengan pelbagai tantangan, hambatan dan kegetiran, tidak kunjung menyerah dan berputus asa akan janji Allah kepadanya (ayat 26). Sungguh dalam kesetiaannya di dalam Tuhan, ia menantikan penggenapan dari janji itu; ia akan bertemu dengan Mesias sebelum ia mati. Paulus mengingatkan kita dalam I Korintus 15:58b”…pekerjaan di dalam Tuhan tidak akan sia-sia...”; demikianlah Simeon menuai penggenapan dari janji Allah atas hidupnya; dengan bangga dan penuh syukur Simeon mampu berkata ”Sekarang, Tuhan, biarkan hambaMu ini pergi dalam damai sejahtera”(ayat 29). Akhirnya, Simeon memenangkan pertandingan, Simeon dimenangkan oleh Allah dan peroleh upah yang pantas untuk kesetiaannya, yakni damai sejahterah.

Saudara, apa yang dialami Simeon mungkin bagi kita cukup sederhana dan tidak berarti apa-apa dibandingkan kita hari ini. Di tengah kompleksitas kehidupan yang ditandai kerawanan hidup dewasa ini, Mesias telah lahir untuk kita, kita telah memperoleh hak dan identitas yang baru yakni sebagai anak-anak Allah. Pengalaman spritual Simeon juga dapat kita rasakan dan alami dalam kehidupan kita jika kita hidup di dalam Tuhan; hidup dengan mengandalkan kuasaNya; setia dan tidak menyerah dalam doa dan ucapan syukur (Filipi 4:6 “…jangan kamu kwatir akan segala hal, nyatakanlah segenap keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”), maka keberhasilan dan damai sejaterah akan menjadi milik kita sebagai pemenang.

Saudara, akhirnya sebentar kita akan meninggalkan tahun 2009, jatuh bangun dalam menapakinya pasti kita alami, dan kini kita akan diperhadapkan pada tahun yang baru, tahun 2010; kita tidak tahu persis akan apa yang akan terjadi dan bagaimana kita harus menghadapinya. Saudara, satu yang pasti dikala kita hidup dengan mengandalkan Tuhan yang telah lahir untuk kita saat ini; disaat kita peka atas suaranya; disaat kita mau merasakan tuntunan tanganNya; dipulihkanNya dan mau berjalan di dalam terangNya; PERCAYALAH! kita akan dimenangkan, bahkan akan lebih dari seorang pemenang (Yesaya 62:1-2ff) . Saudara, Allah hanya meminta kita untuk mau mengundangNya dalam Roh dan kebenaran sesering mungkin dalam setiap inchi kehidupan kita, inilah kunci dari penggenapan akan pelbagai rencana dan rancangan hidup kita kelak. Ya, dengan demikian kita akan dimampukan dan pasti akan peroleh hidup berkelimpahan. Dan, akhirnya mampu berkata “…Sekarang, Tuhan, aku telah menikmatinya. Ya, terimakasih Tuhan betapa indahnya hidup di dalam Kristus” (Yesaya 52:7a). Semoga!


READ MORE - Hidup berkemenangan di dalam Kristus Tuhan

Saturday, November 28, 2009

HKI MUARA BUNGO

1 comments
Sekilas Kehadiran HKI Muara Bungo
“Si Kecil yang Malang”

Pernahkah saudara bayangkan atau minimal terbesit dalam pikiran saudara bagaimana jadinya nasib dari hidup seorang anak kecil yang masih BALITA harus ditinggal pergi oleh Ibunya? Keberadaan sikecil yang masih merindukan untuk minum susu dari dan oleh ibunya. Sikecil yang masih harus di latih untuk belajar berjalan dan menguasai stuktur anggota tubuhnya. Sikecil yang masih harus diberi pengertian tentang arti dan makna keberadaannya di tengah-tengah kehidupan ini. Dan sikecil yang masih harus dibimbing untuk dapat berhasil beradaptasi dengan lingkungannya. Dapatkah saudara bayangkan apa jadinya kehidupan si kecil itu? YA! Demikianlah kehidupannya. Apapun alasan yang melatar belakangi si ibu meninggalkan si kecil, tidaklah dapat dibenarkan!!! Maka, adalah lebih bijak tidak mempunyai anak, daripada sikecil harus mengalami semuanya.

Oleh didasari akan keterpanggilan pelayanan, menggali lebih luas lagi bentuk dinamika kehidupan pelayanan gereja HKI di tempat yang berbeda dan guna mengembangkan karater dan pola pelayanan yang positif dan solutif bagi kemajuan gereja, khususnya di HKI. Maka, saya berangkat dari Sumatera Utara menuju HKI Daerah VIII Riau Sumbagsel untuk mewujudkannya. Setelah mendapat izin dari Bapak Pdt. E.Siregar (Pareses Daerah VIII Riau Sumbagsel). Sayapun di tempatkan di Resort HKI Jambi untuk membantu frekuensi tugas pelayanan di tempat ini. Dengan beberapa petimbangan dan hasil share bersama Bapak Pdt. E. Pasaribu, MTh (Pendeta Resort Jambi), saya akhirnya di tempatkan di daerah penginjilan yang mana HKI sudah berdiri oleh prakarsa Pdt. A. Sihombing (Pendeta Zending HKI) yakni HKI Muara Bungo.



____Kondisi HKI Muara Bungo


Kondisi HKI Muara Bungo semakin memprihatinkan, sejak khususnya setelah mengalami kekosongan pelayan fulltimer (pendeta) di tengah-tengah jemaat (sebelumnya pendeta adalah Bapak A. Sihombing, yang sekaligus sebagai prakarsa berdirinya HKI Muara Bungo). Hal ini berdampak pada berkurangnya intensitas ibadah yang dilakukan jemaat, meskipun terdapat beberapa anggota jemaat yang telah diangkat menjadi parhalado namun tidak secara signifikan menunjang perkembangan pelayanan, khususnya ibadah (Hal ini tidak terlepas dari perjumpaan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan setiap hari dan keluarga dengan tugas-tugas gerejawi, yang memaksa untuk memilih salah satu di antaranya). Keadaan di atas tidak hanya berdampak sampai di sini, melainkan juga pada persatuan jemaat dalam persekutuan sebagai satu kesatuan dalam gereja. Selain itu, dampak yang lebih ekstrim adalah dengan ditemukannya beberapa dari anggota jemaat yang akan dan telah berpindah anggota jemaat ke gereja lain. Ternyata, kehadiran seorang pelayan fulltimer (baik yang telah menyelesaikan studi theologia, Vikaris dan atau pendeta) sangat mendukung bahkan menentukan keberlangsungan eksistensi jemaat-jemaat di beberapa daerah Gereja HKI. Seperti halnya di HKI Muara Bungo.





Sekilas kota Muara Bungo____

Muara Bungo adalah salah satu kota yang berada di Kabupaten Muara Bungo, Provinsi Jambi. Sebagai kota Lintas Sumatera, Muara Bungo masih dalam masa transisi menuju perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari letak geografis dan pertumbuhan pembangunan yang masih belum tertata rapi. Di beberapa tempat masih terlihat pembukaan besar-besaran hutan menjadi pemukiman penduduk atau pusat industri. Dengan sumber daya alam berupa batu bara dan perkebunan karet, menjadikan kota ini salah satu daerah yang dilirik oleh para investor. Dari skala populasi kependudukan, Muara Bungo masih dapat disebut daerah yang jarang penduduk, meskipun demikian secara perekonomian dapat tergolong “mahal” untuk biaya hidup, yang untuk sebahagian penduduk itu seimbang dengan pendapatan mereka (tetapi tidak untuk sebahagian besar jemaat HKI). Dari data hasil laporan Pertanggungjawaban panitia Oikumene 2004, diuraikan bahwa jumlah populasi penduduk nasrani kurang lebih mencapai 670-an Kepala Keluarga dan 12 denominasi Gereja. Ini menunjukkan bahwa nasrani masih sangat jauh berbanding terbalik dengan populitas muslim. Dampak dari keadaan ini tampak dari kencenderungan kurang diperhatikannya hak-hak dari warga negara yang beragama nasrani. Indikasi secara kasat mata jelas terlihat dari sektor pendidikan. Untuk pendidikan formal dari jenjang SD – SLTA pelajaran pendidikan agama kristen tidak dimasukkan sebagai mata pelajaran berbasis kurikulum dan kompetensi. Pengadaan pelajaran agama kristen dilakukan di luar jam sekolah pada umumnya. Dan kegiatan ini di serahkan kepada BKSAG (Badan Kerjasama Antar Gereja) untuk menyediakan guru agama bagi para murid nasrani. Bahkan yang riskan sekali adalah untuk jejang SD mereka belajar agama islam untuk yang nasrani. Di samping hal di atas, yang juga sudah rahasia umum dimana bangunan gereja masih sangat sulit untuk mendapatkan izin pembangunan. Bahkan, bagi yang tidak ada IMBnya, bangunan gereja tidak diperkenankan untuk mendirikan atau menunjukkan simbol kekristenan (salib) di bangunan gereja. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kota Muara Bungo salah satu kota yang sedang menuju kearah perkembangan dan pastinya akan menjadi kota yang besar dan pusat kegiatan perekonomian dengan akan dibukanya pada tahun dekat ini sebuah Bandara berkapasitas internasional.


___Bagaimana dengan keberadaan
HKI Muara Bungo?
___


Apakah kaitannya keberadaan HKI Muara Bungo dengan isi paragraf pertama di atas? Sebagai informasi, pkrakarsa pendiran HKI Muara Bungo diawali sejak tahun 2003 oleh beberapa orang yang sudah lama tinggal disana sebagai perantau dengan didorong oleh kerinduan untuk beribadah dalam bentuk pelayanan HKI seperti mana biasanya mereka alami selama di ”bona pasogit”. Kerinduan ini disambut baik oleh pengurus HKI. Dan sebagai tugas yang lazim dilakukan, maka Pdt. A. Sihombing (pendeta zending) diutus untuk mewujudkannya. Dengan kerja keras bersama warga jemaat HKI disana, dan pastinya oleh penyertaan Roh Kudus maka, pada awal tahun 2005 berdirilah bangunan gereja HKI dan sekaligus diresmikan dengan 17 KK anggota jemaatnya. Dengan waktu yang sesingkat itu, setelah HKI berdirilah maka semestinya diikuti dengan pembenahan di berberbagai hal seperti pelayanan, admistrasi dan pematangan kapasity building para pelayan untuk mendukung pengembangan HKI Muara bungo yang lebih baik dan maju. Kondisi inilah yang kemudian HKI Muara Bungo saya analogikan sebagai anak kecil (Sikecil). Dengan bermodalkan semangat yang masih ’marak’ (layaknya anak kecil di masa-masa pertumbuhannya dan keingintahuannya untuk segala hal), seharusnya pengurus HKI lebih lagi memberikan perhatian. Dengan menyokong dan memotivasi jemaat dan pelayan di sana agar dapat semakin ’dewasa’ dan dapat matang dulu dalam berbagai hal, khususnya penatalayanan dalam ibadah-ibadah gereja. Jika diibaratkan anak kecil, minimal sudah dapat berjalan meskipun masih tertatih dengan kedua kakinya dan sudah mengenal berbagai struktur organ tubuhnya yang fital dan kegunaannya. Namun, sangat disayangkan adalah seakan-akan dengan tidak memperhatikan keadaan di atas pengurus HKI malah melakukan hal yang jauh dari apa yang diharapkan. Perpindahan pelayan fulltimer dari tengah-tengah kehidupan jemaat yang baru tumbuh layaknya HKI Muara Bungo menjadi gelombang efek negatif atas pertumbuhan jemaat di sana. Di berbagai bentuk pelayanan gerejawi tidak lagi berjalan dengan semestinya, bahkan perselisihan tidak dapat dihindarkan antara sesama jemaat, khususnya para pelayan yang jumlahnya juga sangat tidaklah memadai. Maka, jelas saja jika akhirnya, saat ini HKI Muara Bungo hanya tinggal bangunan tanpa adanya bentuk dan kegiatan gerejawi yang semestinya.

Bagaimanakah peran jemaat dan pelayan HKI lainnya memandang kondisi ini? Jika Paulus menyatakan ”dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorangpun, sebab apapun yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia...”(2 Korintus 11:9), adalah baik dan seharusnya antar jemaat Tuhan memberikan perhatiannya terhadap jemaat dan palayan lain yang membutuhkan, maka perlu dipertanyakan bagi Gereja HKI dengan segenap elemennya baik pelayan dan jemaat sendiri, terhadap semangat Galatia 6:2, untuk saling bertolong-tolonglah menanggung beban sebagai jemaat Kristus dalam Rumah Besar HKI? Agar kiranya tidak satupun dari jemaat Tuhan menjadi kekurangan dan bahkan hadirnya ”sikecil-sikecil” yang malang lainnya.

Semoga!!!

READ MORE - HKI MUARA BUNGO

Yesus di Usia 12 - 30 tahunNya?

0 comments
The Silent Period of Kristus Jesus
(Historis – Sit Im Leben)

Keempat Injil hanya menceritakan kehidupan Yesus ketika Ia dilahirkan (Mat. 1:18-25; Luk. 2:1-7), disunat pada usia 8 hari dan diserahkan di Bait Allah (Luk. 2:21-40), Ia kembali muncul di Bait Allah yang sama pada umur 12 tahun (Luk. 2:41-52), dan Yesus tampil di depan umum setelah dibaptis oleh Yohanes untuk memulai pekerjaan-Nya, berumur kira-kira 30 tahun" (Luk.2:23).

Jadi, ada "waktu senyap" ("the silent period") selama 18 tahun, yaitu antara Yesus usia 12 sampai usia 30 tahun. "Kesenyapan" ini telah menyebabkan banyak penulis mencoba mengisinya menurut tuntutan kepentingan dan andaian-andaian mereka sendiri. Dari abad ke abad, khususnya setelah zaman Rasuli yang dimulai pada akhir abad ke-2 Masehi, berbagai spekulasi mulai berkembang. "Kisah-kisah Ajaib" inilah yang akhir menjadi tulisan-tulisan apokrifa dan pseudographa.

Sastera ini banyak dijadikan rujukan oleh ahl al-bid’ah (heresy). Contoh-contoh tulisan apokrif ini, misalnya Injil al-Tufuliyah (Arabic Gospel of Infancy) yang berasal dari abad ke 7 Masehi. Dalam buku ini dikisahkan bahwa Isa dapat berbicara pada waktu bayi ketika Dia sedang digendong Maryam, ibu baginda. "Ana huwa Yasu’a Ibn Allah" (Akulah Yesus, Putra Allah), kata bayi Yesus kepada ibu-, "alladzi walidati kamma basyiruki Jibril al-Malak wa atta arsalni lil khalash al-‘alam" (yang dilahirkan sebagai berita gembira dari Malaikat Jibril kepadamu dan aku diutus untuk keselamatan dunia).

Selanjut, berita Injil Matius 2:13-15 yang berkisah tentang pelarian Yusuf dan Maria membawa Yesus ke Mesir, dalam Injil Pseudo Gospel of Matthew yang berasal dari abad ke-5 Masehi, dikembangkan menjadi kisah-kisah ajaib yang berlebihan. Seperti pohon korma yang kononnya membungkuk menuruti perintah kanak-kanak Yesus untuk mengeluarkan buahnya dan air segar yang memancar dari bawah pohon itu. Demikian pula, kisah-kisah ajaib mengenai remaja Yesus yang membuat burung dari tanah liat, dimuat dalam The Gospel of Thomas (Injil Thomas) berbahasa Yunani. Injil tersebut berasal dari abad ke-3 Masehi. Kisah-kisah ini sangat populer di kalangan sekte-sekte bidat Kristen di tanah Arab menjelang dan pada saat kelahiran Islam.


Di manakah Yesus Kristus
berada ketika berusia 12 sampai 30 tahun?

Banyak deskripsi, secara terang-terangan menjelaskan bahwa banyak hal yang kurang mendapatkan ruang di catatan sejarah dan latar belakang Yesus. The silent period Yesus diisi dengan berbagai spekulasi cerdik belaka untuk menyenangkan telinga semata. Bahkan teori-teori seperti itu sebenarnya tidak akan muncul apabila kita memahami latar belakang kehidupan Yesus, "yang lahir dari seorang perempuan yang takluk kepada hukum Taurat" (Gal. 4:4).

Mengapa Yesus ditampilkan hanya kelahiran-, usia 12 tahun dan baru ditulis lagi setelah berusia 30 tahun? Dari perspektif Yahudi, hal itu bukan hal yang aneh. Sebab menurut budaya Yahudi seorang lakI-laki baru boleh mengajar di depan muka umum hanya pada usia 30 tahun. Menurut hukum Yahudi, usia seorang anak digolongkan dalam 8 tahapan:
1. Yeled, "usia bayi"
2. Yonek, "usia menyusu"
3. Olel, "lebih tua lagi dari menyusu"
4. Gemul, "usia disapih"
5. Taph, "usia mulai berjalan"
6. Ulem, "anak-anak"
7. Na'ar, "mulai tumbuh remaja"dan
8. Bahar, "usia remaja".

Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil, kita hanya membaca 3 klasifikasi usia saja yang ditulis, yaitu bayi (yeled), usia disapih (gemul), yaitu ketika Ia diserahkan di Bait Allah di hadapan Simeon dan Anna, dan remaja (bahar, 12 tahun) ketika Yesus diajak Yusuf dan Maria ke Yerusalem.

Mengapa Yesus muncul pada usia 12 tahun? Karena usia 12 bagi tradisi Yahudi zaman Yesus begitu penting. Seorang anak laki-laki Yahudi harus melakukan upacara yang disebut Bar Mitzvah (anak Hukum). Menurut legenda Yahudi, pasa usia 12 tahun Nabi Musa meninggalkan rumah putri Fir'aun. Pada usia yang sama juga, Nabi Samuel menerima suara yang berisi Ilahi dan Salomo (Nabi Sulaiman) mulai menerima hikmat Allah dan Raja Yosia menerima visi reformasi agung di Yerusalem. Dalam rangkaian ritus Yahudi itu, Yesus harus melakukan 'aliyah (naik) dan Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat). Upacara ini dilakukan pada hari Sabat, karena itu disebut juga thepilin Shabat.

Sejak abad Pertengahan, usia Bar Mitzvah dilakukan pada usia 13 tahun. Menurut literatur / sastera Yahudi abad pertengahan, Sepher Gilgulim, semua anak Yahudi sejak usia 12 tahun, mulai menerima ruach (roh hikmat) dan pada usia 20 tahun ditambahkan bagi nishama (reasonable soul, "jiwa akali"). Mulai usia 20 tahun seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi (Beyt Midrash). Sedangkan tahapan-tahapan pendidikan Yahudi sebagai berikut:
1. Mikra (membaca Taurat) mulai usia 5 tahun,
2. Mishna mulai usia 10 tahun,
3. Talmud pada usia 12-13 tahun (Yesus 12 tahun),
4. Midrash pada usia 20 tahun,
5. Sejak usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan muka umum dan khalayak ramai.

Conclusion…
Dari tahapan-tahapan pendidikan Yahudi pada zaman Yesus serta latar belakang agama dan budaya, jelas bahwa andaian-andaian dan spekulasi-spekulasi mengenai 18 tahun kehidupan Isa yang kononnya "hilang", sama sekali tidak mempunyai landasan sejarah. Jadi, ke mana Yesus selama usia 12 sampai dengan 30? Jawaban, berdasarkan data-data Injil sendiri (Mat. 13:55; Mrk. 6:3), Yesus menjalani kehidupan seperti layaknya anak-anak Yahudi dan ia bersama keluargaNya bekerja di Nazaret sebagai tukang kayu.
READ MORE - Yesus di Usia 12 - 30 tahunNya?

HUT HKI JAMBI KE - XX

0 comments
REFLEKSI UNGKAPAN SYUKUR
(Hari Ulang Tahun HKI Jambi Ke – XX)

Dalam torehan tinta emas sejarah kegerejaan di tengah-tengah kehidupan berbangsa, khususnya dalam kerangka perjalanan kehidupan perkembangan gereja HKI dan pembangunan bangsa Indonesia. Lewat suatu usaha dan kerja keras yang berangkat dari pemaknaan Amanat Agung Kristus Tuhan dalam Matius 28:19-20 (lih. Tata Gereja HKI psl 1-4), yang mengandung pesan kuat untuk disampaikan kepada setiap orang percaya di dalam Terang Keselamatan yang telah Allah berikan lewat Kristus Tuhan yaitu untuk mewujudkan suatu pola hidup di dalam kesatuan. Kesatuan yang dimaksudkan adalah kesatuan rohani yang berlandaskan hidup di dalam Kristus, mengenal dan mengalami kasih Bapa dan persekutuan dengan Roh Kudus, pengudusan dalam kebenaran, menerima dan mempercayai kebenaran Firman Allah, ketaatan kepada Firman, dan keinginan untuk membawa keselamatan kepada yang hilang (Yohanes 17).


Dengan demikian secara nyata ada tugas bagi setiap orang percaya untuk mewujudkannya. Maka, dengan beranjak dan dimotivasi oleh keterpanggilan sebagai imamat am orang percaya yang apostolik1, dan yang rindu untuk terlibat secara konstruktif dalam kemajuan kehidupan gereja dengan didasari oleh semangat Tritugas panggilan Gereja. Akhirnya, diawali oleh beberapa tokoh masyarakat anggota jemaat HKI yang berada di daerah perantauan di Provinsi Jambi, berdirilah Gereja Tuhan dalam Rumah Besar Huria Kristen Indonesia 20 tahun yang lalu tepatnya pada 15 Oktober 1989.


HKI Jambi dibentuk dalam rangka menghadirkan sebuah wadah bersama bagi setiap orang percaya di daerah Jambi untuk memuliakan Kristus Tuhan dan wujud persekutuan yang oleh Kristus sebagai tedensi dalam DoaNya (Yohanes 17:21, lih. Juga Usaha HKI). Peristiwa ini adalah tindakan bersejarah dalam rangka keinginan untuk turut berperan dalam dunia pelayanan Gerejawi oleh dorongan Roh Kudus bagi jemaat HKI yang ada di Jambi guna mengajak orang percaya memikul salib Kristus dan mengamalkannya, mendalaminya setinggi langit, sedalam samudera dan seluas bumi ciptaanNya di dalam Iman, Pengarapan, kasih dan Damai. (lih. Makna dan Arti warna logo HKI).


HKI Jambi diharapkan dapat memperlihatkan bahwa panggilan dan kewajibannya sebagai persekutuan yang imani di dalam Kristus adalah untuk bekerja sama sebagai kawan-kawan sekerja dalam mem­bangun bangsa Indonesia dengan segenap elemen bangsa tanpa memandang agama, suku, dan budaya. Dengan semangat oikumene dan nasionalisme yang mendorong suatu kesatuan mewujudkan dan memeihara semangat dan karakter bangsa yang saling meng­hargai dan bertoleransi akan kebudayaan, sifat dan kemampuan masing-masing elemen bangsa. Untuk menunjukan perannya di tengah kemajemukan bangsa yang tidak terlepas dari semangat Tritugas panggilan gereja HKI Jambi diharapkan tidak hanya berdiri di tengah eksistensi konseptual dan melupakan wujud dari hubungannya dengan Tuhan sebagai gereja yang misioner. Dengan kata lain aktifitas yang ada dan akan dilaksanakan oleh HKI Jambi dengan seluruh daya baik dari pelayan dan jemaat haruslah mampu menyaksikan Kritus adalah Tuhan baik ke dalam dan keluar gereja. Hal ini perlu kiranya ditandaskan karena adanya kecenderungan dalam jemaat, seakan-akan pengkabaran Injil itu hanya merupakan aktifitas orang-orang yang berada dalam lingkaran “religious minded” (mis: pendeta dan pelayan gereja).


Dalam konteks kekinian, dalam usianya yang ke 20 tahun, HKI Jambi semoga semakin berhasil untuk mewujudkan eksistensinya sebagai gereja yang misioner yang ditandai kemandiriannya dalam berteologia, dana, daya dan peran aktifnya di tengah-tengah pembangunan bangsa. Dalam hidup ada cobaan, dalam waktu ada penantian, dalam doa ada pengharapan, dan dalam kasih Kristus ada sukacita dan keselamatan. HKI Jambi sebagai kesatuan orang percaya di dalam Terang Kasih Kristus tidak harus memiliki yang terbaik namun dengan beriman bahwa segala yang dimiliki sebagai yang terbaik akan mendorong setiap para pelayan dan jemaat untuk menjadi yang terbaik di hadapan Tuhan.


Akhirnya, dengan menapaki usia 20 tahun HKI Jambi adalah anugerah yang diberikan bagi semua jemaat Tuhan yang terpanggil dalam tugas Amanat Agung Kristus Tuhan. Mari dengan momentum ini kita diajak untuk retrospeksi terhadap eksistensi Gereja HKI secara umum dan HKI Jambi secara khusus, dalam mengumandangkan motivasi profetisnya sebagai wujud dari akan termanifestasikannya Kerajaan Allah dalam setiap dimensi kehidupan. Apa yang sudah dan belum atau sama sekali tidak diperbuat menjadi pertanyaan untuk direnungkan bersama. Semoga!


Hariara madungdung, pilo-pilo na maragar, Sai tading ma na lungun, ro ma na jagar.

Eme ni Simbolon parasaran ni si borok, Sai horas-horas ma hita on laos Debata ma na marorot.

Tuat si puti, nakkok sideak, Ia i na ummuli, ima ta pareak.


Selamat Ulang Tahun

HKI Jambi Ke – XX

(15 Oktober 1989 – 18 Oktober 2009)


[1] Kata apostolik berasal dari bahasa Yunani “apostolos” yang artinya rasul. Apostolik artinya bersifat kerasulan, tetapi bukan rasul. Jadi gerakan apostolik adalah gerakan Roh Kudus dimana setiap orang percaya bersifat rasuli, artinya ia sadar bahwa dirinya dipanggil untuk diutus Tuhan untuk suatu tugas / misi (Yohanes 20:21). Komunitas ini dipanggil keluar dan dipilih oleh Allah “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib...” (1 Petrus 2:9). Jadi, komunitas Allah yang apostolik adalah sekelompok orang yang dipanggil keluar, dipisahkan bagi Allah melalui pertobatan dan iman dalam Yesus Kristus. Komunitas ini diutus sebagai agen perubahan untuk mengubah komunitas, kota, bangsa mereka, bahkan mengubah dunia. (Efesus 4:11-12).

READ MORE - HUT HKI JAMBI KE - XX

Dikekinian kehadiran Manusia

0 comments


Mempertanyakan untuk Menyatakan
Keadaan Manusia



Benarkah bahwa pada hari-hari terakhir ini telah, akan dan sedang datang masa yang sukar? Keadaan ini jelas tampak secara belak-belak-an dari peringai dominan manusia.




Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orangtua dan tidak tahu berterimakasih, tidak mempedulikan AGAMA, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu daripada kehendak Tuhan yang Esa. Secara lahiriah mereka menjalankan IBADAH mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatanNya. Mereka walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran, bahkan menentang kebenaran, akal mereka bobrok dan iman mereka tidak tahan uji.




Hm….Is it true, God Is’nt unknowledgeable?
READ MORE - Dikekinian kehadiran Manusia

Thursday, November 12, 2009

SPRITUALITAS

0 comments
SPRITUALITAS


Dari dulu hingga sekarang masih banyak orang yang menggunakan istilah "kerohanian" untuk menunjuk pada hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan. Akan tetapi sekarang ini semakin disadari bahwa istilah itu sudah tidak memadai lagi. Karena istilah itu kerapkali dipahami secara keliru atau kurang tepat. Apalagi kerohanian dengan mudah dipahami sebagai lawan dari kejasmanian. Alkitab tidak pernah membuat pembedaan antara hal yang rohani dengan yang jasmani. Pembagian tersebut adalah warisan dari pemikiran filsafat platonis yang tidak dikenal dalam Alkitab kita. Di samping itu istilah rohani juga dengan mudah membuat orang punya kesan seolah-olah yang dibicarakan hanya masalah batin saja, atau malahan hal-hal yang bersifat emosional. Atau tidak jarang juga orang memahami kerohanian semata-mata dalam kaitan dengan ritual atau devosional, seperti misalnya: menghadiri kebaktian Minggu, mengikuti kegiatan PA atau Persekutuan, membaca Alkitab dan berdoa secara pribadi, atau melakukan doa-puasa.



Spiritualitas Dasar Pembangunan Gereja


Misi gereja dilaksanakan di tengah-tengah situasi yang senantiasa berubah dan berkembang. Karena itu, untuk melaksanakan misinya dengan baik, gereja dalam keseluruhan dan keutuhannya dipanggil untuk terus-menerus melakukan pembangunan gereja. Yang dimaksudkan dengan istilah "pembangunan" dalam "pembangunan gereja" bukan dalam arti pembangunan fisik (misalnya pembangunan gedung gereja atau pembangunan rumah ibadat). Arti istilah "pembangunan" di sini, mengacu terutama pada istilah "oikodome" dalam Perjanjian Baru, adalah pembangunan spiritual dalam pengertian yang seluas-luasnya, sebagai tugas dari persekutuan Kristiani secara utuh dan menyeluruh. Pada hakikatnya Allah adalah Pelaku Utama dalam pembangunan gereja. Namun, karena Allah telah memilih dan berkenan memakai umatNya sebagai rekan sekerjaNya, secara konkret dan operasional, gereja menjadi pelaku pembangunan gereja. Yang dimaksudkan dengan gereja dalam hal ini adalah seluruh anggota dan pejabat gerejawinya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sebagai kesatuan. Spiritualitas adalah dasar Pembangunan Gereja. Partisipasi spritualitas mengaktifkan hidup beriman dan orientasi iman jemaat. Iman yang sering mereka ungkapkan dalam konteks masyarakat, dihayati secara perorangan dan secara kontekstual. Ungkapan iman itu kiranya merupakan titik tolak bagi perkembangan spiritualitas. Maka perlu bahwa kita menjadi peka terhadap ungkapan iman itu.



Dimensi Spiritualitas
Tapi, apakah spiritualitas itu? Kata "spiritualitas" berasal dari kata Latin "spiritus" yang dapat diartikan sebagai "roh, jiwa, sukma, nafas hidup, ilham, kesadaran diri, kebebasan hati, keberanian, sikap dan perasaan". Eka Darmaputera mengartikan "spiritualitas" itu dengan pengalaman agama (religious experience). Pengalaman berjumpa dengan Yang Illahi, Sang Maha Lain (the Wholly Other), Sang Kudus (The Sacred) sehingga menimbulkan suatu perasaan mysterium fascinans et tremendum, suatu perasaan misterius yang susah dilukiskan karena ia merupakan campuran dari perasaan gentar namun juga penuh pesona yang amat memukau. Sama seperti yang dialami oleh Petrus dan kedua orang rekannya yang lain ketika mereka menyaksikan Yesus yang berubah wajah dan pakaianNya dan tengah berbincang-bincang dengan Musa dan Elia (Mat. 17:1-13).



Pengalaman ini tidak mungkin ditularkan ataupun diturun-alihkan, karena ia merupakan suatu pengalaman yang amat pribadi. Penerusan pengalaman itu hanya mungkin dilakukan melalui agama beserta dengan tradisinya. Pengalaman agama hanya terjadi satu kali saja, sama seperti api cukup sekali dinyalakan. Tugas kita adalah menjaga agar kehangatan api itu terus dapat dirasakan untuk jangka waktu yang lama. Untuk itu pengalaman agama tersebut haruslah senantiasa direvitalisasikan, disegarkan kembali, yaitu melalui keikutsertaannya dalam ibadah (ritual) dan dengan cara selalu memperbarui relevansi dari (doktrin, dogma) agama itu sendiri. Tanpa relevansi tersebut hangatnya api akan hilang dengan sendirinya, dan agama hanya akan tinggal menjadi abu saja.



Bila spiritualitas itu dikaitkan dengan kekristenan, maka hal itu menunjuk pada intensitas atau kedalaman hubungan orang itu dengan Roh Kudus yang menjadi landasan dan sumber pembentukan jati dirinya yang dinampakkan dalam sikap dan perilaku hidupnya terus menerus. Dengan kata lain bahwa hubungan seseorang dengan Roh Kudus akan menentukan kehidupan etika orang itu.



Spiritualitas tidak lain adalah suatu komitmen religius, suatu tekad dan itikad yang berkaitan dengan hidup keagamaan. Dalam hal ini ada 5 dimensi dari spritualitas, yaitu:


  1. Dimensi kepercayaan (belief), yaitu keyakinan akan kebenaran dari pokok-pokok ajaran imannya. Tak pelak lagi, ini merupakan unsur yang amat penting dalam kekristenan, bahkan juga di agama-agama lain. Tanpa keyakinan akan kebenaran dari pokok-pokok ajaran iman, tentu seseorang tidak akan menjadi bagian dari komunitas orang beriman tersebut, misalnya bila seseorang tidak percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat manusia, maka tidak mungkin ia menjadi seorang anggota gereja.
  2. Dimensi praktis, terdiri dari dua aspek yaitu ritual dan devosional. Ritual diuraikan sebagai suatu ibadah yang formal, seperti menghadiri kebaktian Minggu, menerima sakramen, melangsungkan pernikahan di gereja. Secara asasi ritual adalah bentuk pengulangan sebuah pengalaman agama yang pernah terjadi pada masa awal pembentukan agama itu sendiri. Sedangkan yang dimaksudkan dengan devotional adalah ibadah yang dilakukan secara pribadi dan informal, seperti misalnya berdoa, berpuasa, membaca Alkitab.
  3. Dimensi pengalaman (experience), yaitu pengalaman berjumpa secara langsung dan subyektif dengan Allah. Atau dengan kata lain, mengalami kehadiran dan karya Allah dalam kehidupannya. Pengalaman keagamaan ini (religious experience) bisa menjadi awal dari keimanan seseorang, tetapi juga bisa terjadi setelah seseorang mengimani suatu agama tertentu. Entahkah pengalaman itu berada di awal ataupun di tengah-tengah, pengalaman ini berfungsi untuk semakin meneguhkan iman percaya seseorang.
  4. Dimensi pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan tentang elemen-elemen pokok dalam iman keyakinannya, atau yang sering kita kenal dengan dogma, doktrin atau ajaran gereja. Hal ini tentu saja sangat berkaitan dengan dimensi pertama (kepercayaan). Seseorang akan terbantu untuk menjadi semakin yakin dan percaya apabila ia mengetahui apa yang dipercayainya.
  5. Dimensi etis, di mana umat mewujudkan tindakan imannya (act of faith) dalam kehidupan sehari-harinya. Dimensi etis ini mencakup perilaku, tutur kata, sikap dan orientasi hidupnya. Dan hal ini tentu saja dilandasi pada pengenalan atau pengetahuan tentang ajaran agamanya dan percaya bahwa apa yang diajarkan oleh agamanya adalah benar adanya.

Idealnya sebuah kehidupan spiritualitas yang baik dan dewasa adalah bila ke 5 dimensi tersebut berkembang secara seimbang. Sama seperti perkembangan kehidupan manusia. Seorang dikatakan dewasa dan matang, tentu bukan semata-mata karena ciri-ciri fisiknya (sudah tumbuh tinggi besar, keluar jenggotnya, suara yang membesar dsb), tetapi juga akan diukur dari kematangan emosionalnya, kearifannya, dan perilakunya. Oleh karena itu pembangunan spiritualitas tidak bisa hanya menekankan satu aspek saja. Kelima dimensi spiritualitas itu harus mendapatkan perhatian yang sama.
Semoga saja! Soli Deo Gratia...!



Bacaan:
  • Eka Darmaputera: "Agama dan Spiritualitas: Suatu Perspektif Pengantar", dalam Jurnal Teologi dan Gereja PENUNTUN, vol. 3, no. 12 (Juli), Jakarta: Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat, 1997.
READ MORE - SPRITUALITAS

ketertarikan para sobat