_BERSUKACITALAH & MENURUTSERTAKAN DIRI UNTUK MENGHADIRKAN SERTA MEMPERTAHANKANNYA_

Thursday, March 11, 2010

KRISTUS: RAJA GEREJA

0 comments

YESUS KRISTUS; RAJA GEREJA
PEDOMAN BAGI PARA PEMIMPIN
I. PENDAHULUAN
Kepemimpinan tidak ubahnya perjalanan gerbong-gerbong kereta api dengan kepalanya (mesin : pemimpin) di atas rel yang tampak mengkwatirkan. Setiap gerbong akan mengikuti kemana arah kepala membawanya; dan rel adalah lintasan yang seakan-akan seperti pisau bermata dua, ia tampaknya membawa kepada tempat ”gelap” dan ”terang”. Seorang pemimpin dituntut fokus dan mau berkorban guna menjamin setiap ’gerbong’ tiba kepada tujuannya masing-masing dengan berjalan pada lintasan yang telah dipahami dan sepakati bersama.

II. ISI NATS (1 Tim. 6 : 11 – 16)
Dalam pembahasan Minggu sebelumnya kita sudah mengenal siapa Timotius dan latar belakang hadirnya surat Paulus kepadanya. Pada topik nats Minggu ini, tetap lewat nasehat surat pastoralnya, Paulus dalam pesan penutupnya kepada Timotius kembali berupaya mengingatkan sembari menguatkan Timotius untuk menyadari panggilan Allah atas hidupnya (ay. 11). Lewat ayat ini kita sekarang disadarkan kembali akan identitas kita sebagai milik Allah, untuk itu amat berbeda dengan ’manusia-manusia’ lainnya. Kebedaan inilah yang kemudian mengarahkan hidup kita kepada motivasi yang sesungguhnya sebagai seorang pemimpin. ”...kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan...”; Paulus menguraikan patron bagi kita untuk berlaku sebagai pemimpin.

Dalam 2 Timotius 2:5, Paulus menganalogikan keterpanggilan sebagai ’manusia Allah’ layaknya seorang olahragawan, yang memberikan diri untuk bertanding sesuai peraturan-peraturan yang telah ditetapkan guna memperoleh kemenangan yakni mahkota juara. Demikian juga kepemimpinan digambarkan Paulus sebagai sebuah pertandingan (ayat 12); maka bertandinglah di dalam iman bukan terjebak pada nafsu duniawi sehingga haus kekuasaan, kemewahan dan ketidakadilan. Dengan demikianlah kita berhasil untuk memenangkan mahkota juara yakni hidup yang kekal. Dan juga sebagai bukti dari ikrar keselamatan yang telah Yesus ikrarkan sebelumnya untuk penebusan kita dari maut (ayat 13).

Penegasian Paulus jelas menunjukkan semangat yang dalam atas pemanggilan Allah kepada manusia dan juga pengharapan akan kedatangan Kristus kembali (ayat 14). Paulus menunjunkkan karakter sesungguhnya dari kehidupan beriman; kesetiaan terhadap perintah yang telah ditetapkan sebagai ”rel” oleh Kristus bagi pemimpin Kristen. Hingga penyataan Kristus akan diriNya sebagai Raja atas kehidupan orang percaya (gereja-red) (ayat 15-16).

III. APLIKASI
Hari ini banyak orang percaya kepada Kristus yang menjadi pemimpin atas banyak orang; baik itu mulai dari pemerintahan tertinggi hingga yang paling rendah. Dan masih banyak juga yang mengharapkan bahkan dengan ambisi untuk menjadi pemimpin (mari kita lihat pilkada yang sebentar lagi berlangsung di daerah Toba Samosir). Namun yang ironi adalah tidak sedikit dari para pemimpin yang kemudian kehilangan pijakkan, ”rel” yang sesungguhnya untuk berlaku sebagai pemimpin. Banyak yang melupakan siapa yang memilihnya, yakni Kristus sebagai Raja Gereja (ayat 15-16), khususnya dalam kepemimpinan gereja hari ini. Yesus sebagai kepala gereja kerap terabaikan oleh karena kepentingan-kepentingan duniawi yang mejarah motivasi bertanding di dalam iman yang sesungguhnya di tengah gereja. Alhasil adalah berseraknya korban-korban dari kepemimpinan yang seperti ini; kemiskinan, kebodohan, pengangguran.

Di dalam gereja indikasinya dengan jelas dapat kita lihat; lesuhnya kehidupan beriman dalam sekop gereja dari warga jemaat, skandal, korup, eksodus besar-besaran warga jemaat ke gereja lain bahkan pindah agama (lihat saja maraknya aliran-aliran sekarang ini). Akhirnya, seperti illustrasi dalam pembukaan di atas; kepemimpinan itu layaknya perjalanan kereta api dengan gerbong-gerbong yang berisikan berbagai macam tujuan dari setiap penumpangnya. Pencapaian tujuan dapat terwujud hanya dengan jikalau kepala kereta selaku mesinnya berlaju di atas rel yang telah ditetapkan. Begitulah pemimpin, seyogyanya memimpin dengan berjalan pada ketetapan Allah (ayat 11-12), dan dengan rendah hati membiarkan diri untuk dipimpin oleh Kristus Yesus sebagai Raja Gereja. Memang tampak dilema, karena kita diperhadapkan pada kemewahan dunia dan kesederhanaan di dalam kasih Kristus. Sebab demikianlah kita dipanggil di dalam ikrar iman kita untuk menjadi identitas yang hadir secara beda atas dunia.
READ MORE - KRISTUS: RAJA GEREJA

KEPEMIMPINAN

2 comments

KEPEMIMPINAN: BELAJAR DARI TIMOTIUS
I. PENDAHULUAN
Menilik kepemimpinan sekarang, maka kita mendapati bahwa kekuasaan, kesenangan, dan kemakmuran adalah indikasi keberhasilan. Bukan berarti hal dimaksud adalah sesuatu yang salah, artinya kesuksesan kepemimpinan sejati sewajarnya diukur dengan perubahan positif yang dihasilkan dengan memberi kontribusi bagi kebaikan semua dalam sepektrum suatu kepemimpinan.

II. ISI NATS (1 Tim. 3 : 1 – 7)
Timotius adalah seorang Kristen yang masih muda di Asia Kecil, yang telah menjadi kawan dan pembantu Paulus dalam pekerjaan Paulus. Ayah Timotius seorang Yunani dan ibunya Yahudi. Dalam  Surat Paulus Yang Pertama Kepada Timotius, dibentangkan tiga  hal yang ada sangkut pautnya satu sama lain. Pertama-tama ialah peringatan kepada Timotius terhadap ajaran-ajaran salah yang terdapat di dalam jemaat. Ajaran-ajaran itu merupakan campuran faham Yahudi dan faham bukan Yahudi berdasarkan kepercayaan bahwa semesta alam sudah jahat, dan keselamatan hanya dapat diperoleh kalau orang mempunyai pengetahuan tentang rahasia tertentu, dan mentaati peraturan-peraturan seperti misalnya peraturan tidak boleh kawin,  pantang makanan-makanan tertentu dan lain sebagainya. Kedua, ialah petunjuk-petunjuk kepada Timotius mengenai pengurusan jemaat dan mengenai ibadat. Dijelaskan baginya sifat-sifat orang yang boleh menjadi penilik dan pembantu jemaat. Dan, ketiga Timotius diajar mengenai bagaimana ia dapat menjadi seorang hamba Yesus Kristus yang baik dan mengenai tanggung jawabnya terhadap setiap golongan orang yang menjadi anggota jemaat.

Perjanjian Baru, terutama surat-surat Timotius menyajikan dorongan pastoral Paulus kepada Timotius sebagai pemimpin jemaat Efesus yang bisa dijadikan pondasi hidup kepemimpinan, khususnya di tengah-tengah gereja (1 Tim. 3:1-7). Paulus memberi nasehat kepada Timotius terhadap para pemimpin jemaat untuk memiliki beberapa karakter kunci atas keberhasilan sebagai pemimpin atas jemaat.

Paulus menjelaskan kepada Timotius bahwa suatu kebahagiaan menjadi pemimpin (ay. 1) untuk itulah harta yang indah itu harus dipelihara dengan apapun resikonya. Meski dalam surat-surat pastoral, khususnya dalam Timotius, Paulus tidak memberikan otoritas institusif untuk memimpin gereja namun nasehat Paulus sangat berguna untuk diterapkan dalam kepemimpinan masa kini (ay. 2-7). Ditegaskan pula bahwa meskipun dalam surat Pastoral tidak dijelaskan secara langsung tentang adanya otoritas institusional, namun ada nilai-nilai sikap yang sangat menolong dalam seni kepemimpinan.

Paulus menantang jemaat Tuhan untuk menjadi pemimpin yang berbeda; ia tidak boleh menyerah dengan keadaan yang cenderung memaksa kita untuk menyelewengkan diri atas jabatan kita; ia harus tetap teguh hidup dalam kebenaran Firman Tuhan dan melakukan tugas dan tanggungjawab memimpin pelayanan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Firman Tuhan dan menjaga dirinya untuk tetap menjadi teladan terhadap sesamanya.

III. APLIKASI
Secara khusus dalam kehidupan gereja, baik sebagai institusi maupun pribadi, memiliki tanggungjawab untuk memelihara dan mengembangkan kehidupan yang menjadi berkat di tengah masyarakatnya. Adapun tanggungjawab tersebut demikian merupakan relevansi gereja yang diuji pada kemampuannya dalam mengembangkan serta memelihara kehidupan, mampu menjadi berkat, mampu menjadi garam dan terang dunia.

Tantangan untuk mengembangkan dan memelihara kehidupan, menjadi berkat, mampu menjadi garam dan terang dunia ini menjadi tugas berat orang percaya. Tugas ini diperberat dengan tantangan yang muncul dari dalam maupun dari luar kekristenan. Munculnya gerakan dari organisasi-organisasi fundamentalis yang mengatasnamakan agama tertentu misalnya. Artinya, tantangan kekristenan untuk memelihara dan mengembangkan kehidupan, khususnya di tengah masyarakat Indonesia sangatlah komplek. Demikianlah maka, dibutuhkan kepemimpinan lewat pemimpin-pemimpin Kristen yang ideal; yang tetap hidup benar dan memelihara berita Injil yang telah diterimanya dengan konsekuensi logisnya.

IV. ILLUSTRASI
Seorang pemimpin layaknya alat penunjuk arah angin yang diletakkan di tempat strategis dan paling tinggi di bandara pesawat; menjadi tolok ukur dan panduan bagi navigasi bandara untuk mengizinkan si pilot pesawat lepas landas atau mendarat di landasan pacu; demikian seorang pemimpin dalam memimpin, merupakan patron bagi pengikutnya untuk mengambil keputusan dan melakukannya; hal ini berlaku dimana saja baik dalam keluarga, masyarakat, gereja dan negara.
READ MORE - KEPEMIMPINAN

KEMATIAN YESUS KRISTUS

0 comments

KEMATIAN YESUS

I.       PENDAHULUAN
A. Mengenai Lukas
Injil Lukas adalah kitab pertama dari kedua kitab yang dialamatkan kepada seorang bernama Teofilus (Luk 1:1,3; Kis 1:1). Walaupun nama penulis tidak dicantumkan dalam dua kitab tersebut, kesaksian yang bulat dari kekristenan mula-mula dan bukti kuat dari dalam kitab-kitab itu sendiri menunjukkan bahwa Lukaslah yang menulis kedua kitab itu. Waktu penulisan berkisar tahun 60-63. Lukas adalah seorang petobat Yunani, satu-satunya orang bukan Yahudi yang menulis sebuah kitab di dalam Alkitab. Roh Kudus mendorong dia untuk menulis kepada Teofilus (Teofilus: seorang yang mengasihi Allah) guna memenuhi suatu kebutuhan dalam jemaat yang terdiri dari orang bukan Yahudi. Suatu kisah yang lengkap mengenai permulaan kekristenan. Kisah ini terdiri atas dua bagian: kelahiran, kehidupan dan pelayanan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus (Injil Lukas); dan pencurahan Roh di Yerusalem dan perkembangan selanjutnya dari gereja mula-mula (Kitab Kisah Para Rasul). Kedua kitab ini merupakan lebih dari seperempat bagian dari seluruh PB.  

Ketika ia menulis Injilnya, gereja bukan Yahudi belum memiliki Injil yang lengkap atau yang tersebar luas mengenai Yesus. Matius menulis Injilnya pertama-tama bagi orang Yahudi; sedangkan Markus menulis sebuah Injil yang singkat bagi gereja di Roma. Orang percaya bukan Yahudi yang berbahasa Yunani memang memiliki kisah-kisah lisan mengenai Yesus yang diceritakan oleh para saksi mata, juga intisari tertulis yang pendek tetapi tidak suatu Injil yang lengkap dan sistematis (lih. Luk 1:1-4). Jadi, Lukas mulai menyelidiki segala peristiwa itu dengan saksama "dari asal mulanya" (Luk 1:3). Lukas mengerjakan penelitiannya di Palestina sementara Paulus berada di penjara Kaisarea (Kis 21:17; Kis 23:23--26:32), dan menyelesaikan Injilnya menjelang akhir masa itu atau segera setelah ia tiba di Roma bersama dengan Paulus (Kis 28:16).

Injil Lukas mulai dengan kisahan masa bayi yang paling lengkap (Luk 1:5--2:40) dan satu-satunya pandangan sekilas di dalam Injil-Injil mengenai masa pra remaja Yesus (Luk 2:41-52). Setelah menceritakan pelayanan Yohanes Pembaptis dan memberikan silsilah Yesus, Lukas membagi pelayanan Yesus ke dalam tiga bagian besar: pertama: pelayanan-Nya di Galilea dan sekitarnya (Luk 4:14--9:50); kedua: pelayanan-Nya pada perjalanan terakhir ke Yerusalem (Luk 9:51--19:27); dan ketiga: minggu terakhir-Nya di Yerusalem (Luk 19:28--24:43).

II.    ISI NATS (Lukas 23: 26-32)
Penjahat yang dijatuhi hukuman mati harus membawa sendiri salib yang berat itu ke tempat eksekusi. Begitulah Yesus melaksanakan proses hukumannya sebagai terdakwa penjahat atas hukum agama dan politik yang dikritisinya pada masaNya. Setelah pergumulan rohani yang berat di Taman Getsemani, tanpa sedikit pun waktu untuk tidur atau beristirahat, dan setelah semua penderitaan yang dialami di depan pengadilan Pilatus dan Herodes, Kehadiran Simon dari Kirene tidak terlepas dari ketidak berdayaan jasmani Yesus untuk memikul salib-Nya terus; maka Simon dipilih untuk membawa salib itu (ayat 26). Bdn. nubuatan Mikha, dia meratapi kebobrokan dalam masyarakat di mana dia hidup. Kekerasan, ketidakjujuran, dan kebejatan merajalela di kota itu. Sedikit sekali orang yang sungguh-sungguh saleh (ayat Mi 7:2), dan kasih keluarga nyaris tidak ada lagi (ayat Mi 7:6).

Perjalanan Yesus menuju Bukit Tengkorak diiringi tangis para pengikut-Nya (ayat 27). Namun di tengah penderitaan-Nya itu, Yesus menegur mereka agar tidak menangisi diri-Nya. Mereka seharusnya menangisi diri mereka sendiri karena Yerusalem kota tempat tinggal mereka, akan ditimpa kehancuran dahsyat sebagai akibat penolakan Israel terhadap kehadiranNya(ayat 28). Yesus bukan tidak berterima kasih atas simpati yang mereka tunjukkan, tetapi Dia ingin menyampaikan betapa parah malapetaka yang akan mereka alami. Begitu parahnya keadaan saat itu hingga seorang ibu mandul, yang oleh bangsa Israel dianggap kena kutuk, akan mensyukuri keadaannya sebab ia tidak perlu melihat penderitaan anaknya dalam masa sulit itu (ayat 29-30). Maka Yesus memberi perbandingan, jika Dia yang tidak bersalah saja diperlakukan begitu buruk oleh tentara Roma, apalagi bencana yang akan mereka alami nanti ketika keruntuhan Yerusalem tiba (ayat 31). Keadaan itu digambarkan Yesus layaknya “kayu hidup” dan “kayu kering”; yang berbuah dan yang tidak menghasilkan buah.  Itulah peringatan Yesus yang terakhir kalinya sebelum Dia meneruskan perjalanan menuju salib bersama dua orang kriminil lainnya.

III. APLIKASI
Ignatius yang berasal dari Syria, bishop dari Antiokhia, murid Rasul Yohanes,  yang hidup antara tahun 50-115 M, dalam perjalanannya dihukum mati sebagai martir dengan diadu dengan binatang buas, menulis tentang Kristus: "Dia disalibkan dan mati di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Dia benar-benar disalibkan dan mati di hadapan penghuni sorga, penghuni bumi dan bawah bumi…”. Apa arti kematian Yesus Kristus bagi manusia? Pertanyaan ini penting karena kematian Yesus bukanlah satu peristiwa umum di antara begitu banyak peristiwa kematian dalam sejarah umat manusia. Tentu saja ada orang yang beranggapan bahwa kematian Yesus tidak mempunyai signifikansi apa-apa. Atau, kalaupun ada, signifikansinya hanya bersifat teladan moral dari seorang pejuang dan guru moral yang berani mati demi memegang teguh pada prinsip dan pengajaranNya. Pandangan-pandangan demikian biasanya berangkat dari asumsi bahwa kematian Yesus tidak diikuti kemudian oleh kebangkitanNya. Namun kita percaya, sebagaimana disaksikan oleh Perjanjian Baru, Yesus bukan saja mengalami kematian. Namun, Dia juga dibangkitkan oleh Allah. Karena itu, kematian Yesus menemukan makna signifikansi baru. Tanpa kepercayaan kepada kenyataan kebangkitan Yesus, kematianNya memang akan menjadi satu peristiwa yang meaningless atau tak bermakna secara teologis.

Dalam terang kebangkitan Yesus tersebut, bagaimana kita dapat memaknai kematianNya? Sebenarnya banyak makna teologis dan implikasi spiritual yang dapat kita eksplorasi dari peristiwa kematian Yesus. Bahkan salib, simbol kematian Yesus itu, adalah jantung pengajaran dan spiritualitas Kristen. Kematian Yesus memiliki pelbagai makna diantaranya adalah substansial-soteriologis dan demonstratif-eksemplaris.

Kematian Yesus dapat kta pahami sebagai "korban", bukan dalam arti victim, tetapi sacrifice, pengorbanan. Dengan menggunakan istilah ini, Perjanjian Baru, khususnya kitab Ibrani, ingin mengungkapkan bahwa kematian Yesus adalah penggenapan terhadap bentuk-bentuk korban yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Dalam PL, banyak ritual persembahan korban, antara lain korban pendamaian, yang dilakukan oleh seorang Imam Besar. Kematian Yesus adalah korban yang sempurna dan dipersembahkan oleh seorang Imam Besar yang sempurna, yakni diriNya sendiri. (Ibrani 9: 11-12). Jadi, Yesus adalah Imam Besar yang datang kepada Allah dengan membawa korban dan korban itu adalah diriNya. Karena itu korban persembahan Yesus adalah korban yang sempurna. Dalam konteks inilah maka Paulus bicara mengenai kematian Yesus sebagai "jalan pendamaian"(Roma 3: 25) sebagaimana korban PL adalah suatu simbol jalan pendamaian manusia dan Allah.
Melalui kematian tersebut, tersedia suatu dasar ilahi bagi Allah untuk mengampuni manusia-manusia berdosa. Bagaimana Allah yang benar dan kudus dapat mengampuni manusia yang berdosa, sedangkan dosa adalah suatu kondisi dan tindakan manusia yang "melukai" kemuliaan Allah? Di sinilah letak jasa kematian Yesus. Yesus melalui kematianNya, membayar penuh "hutang-hutang" manusia yang telah mencederai kemuliaan Allah. "Ia mengampuni segala pelanggaran dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita (Kolose 2:13b-14). Bagaimana pengampunan itu dapat terjadi? Dalam konteks ini, kita perlu pahami bahwa bahwa pengampunan itu dimungkinkan oleh kematian Yesus sebagai kematian yang menggantikan kita (substitutionary). Seharusnya manusialah yang dihukum oleh keadilan Allah. Tetapi Yesus menggantikan manusia, memikul dosa manusia, dan menerima penghukuman tersebut, (bd. Gal 3:13). Dalam kematianNya Yesus mewakili umat manusia. Yesus adalah representasi manusia di hadapan Allah;” Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru" (Ibr. 9:15). Tetapi untuk mendapatkan bagian dalam perjanjian tersebut, untuk dapat menikmati "keterwakilan” kita di dalam kematian Yesus, kita perlu “berpartisipasi” suatu isitilah yang sering digunakan Paulus untuk menggambarkan "kesatuan spiritual" antara manusia dan Yesus Kristus, yang dapat diartikan sebagai percaya, menerima dan mendapat bagian dalam kematian dan kebangkitanNya (bnd Rom 6:6,8; 8:1).
Kematian Yesus adalah suatu demokrasi kasih Allah yang tertinggi kepada manusia. Makna demonstratif dan eksemplaris ini memang tidak boleh dilepaskan dari makna substansial yang disebutkan diatas, karena ada kecenderungan menjadikan kematian Yesus sebagai suatu teladan moral. Tetapi makna ini perlu dikaji karena memang kematian Yesus menjadi suatu "display" teragung dari kasih Allah kepada manusia, seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma 5:8," Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."(But God demonstrates his own love for us in this: While we wer still sinners, Christ died for us). Kita dapat sangat tergetar oleh kisah Abraham mempersembahkan Ishak, anak tunggalnya, kepada Allah di gunung Moria. Tetapi dalam praktek agama-agama lain pada waktu itu, persembahan demikian bukanlah sesuatu yang sangat luar biasa. Yang jauh lebih luar biasa dan tak terkatakan adalah kisah Allah yang mempersembahkan dirinya kepada manusia. Yesus bukan hanya seorang manusia. Tetapi Dia adalah Anak tunggal Allah. Bahkan lebih dari itu, Dia adalah Allah itu sendiri, Pribadi ke-2 dari Allah Tritunggal. Dan dia mati untuk manusia; bahwa Allah mati bagi manusia. Yohanes mengatakan "Allah adalah kasih,"(1 Yoh 4:8). Apakah yang paling jelas mendefinisikan pernyataan iman tersebut selain peristiwa salib? Yohanes sendiri menegaskan hal ini dalam ayat berikutnya."Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan ditengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia supaya kita hidup olehNya."Dan setiap kali bertanya, apakah Allah mengasihi kita, apakah Dia memperhatikan kondisi hidup kita, kisah kematian Yesus kiranya dapat mendemonstrasikan kembali betapa Dia mengasihi kita.
Kristus telah wafat bagi kita agar kita dapat berperan sebagai anak-anak Allah yang efektif untuk membawa pembaharuan dalam kehidupan ini. Dengan demikian melalui kematian Kristus, karya keselamatan Allah secara esensial dan substansial telah memperdamaikan seluruh umat manusia dengan Allah dan sesamanya. Perenungan kita pada masa sengsara Yesus tak cukup hanya tentang kedahsyatan penderitaan yang Yesus pernah tanggung. Penderitaan Yesus seharusnya membangkitkan keinsafan tentang betapa lebih mengerikan penderitaan orang yang tidak hidup serasi dengan salib Yesus, karena tidak mungkin luput dari murka Allah. Oleh karena itu, nyatakanlah syukur kita terhadap pengorbanan-Nya dengan menyalibkan sifat dosa kita tiap saat.

IV. ILLUSTRASI
Kematian Yesus Kristus bisa diillustrasikan bagaikan tanaman gandum. Jika biji gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia akan tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Begitu juga dengan tanaman bunga splir; tanaman splir dapat berkembang banyak dan mengiasi taman rumah, jika biji-biji kecil yang ada di atas dedaunannya kemudian mati dan jatuh di atas tanah. Demikianlah, kematian Kristus bagi kita, kematian yang dimotivasi oleh inisiatif kasih terhadap manusia ciptaanNya; untuk memberikan kehidupan baru bagi kita.
READ MORE - KEMATIAN YESUS KRISTUS

KEBANGKITAN TUHAN YESUS

0 comments

KEBANGKITAN TUHAN YESUS
 DASAR MARTURIA GEREJA
I.              PENDAHULUAN
Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu," tulis Paulus dalam 1 Korintus 15:17. Bukti sejarah dan banyaknya hidup yang berubah telah menyaksikan bahwa kebangkitan Yesus adalah sebuah fakta. Kebangkitan Kristus lebih dari sekadar fakta sejarah itu adalah bukti penyelamatan kita. Jika kebangkitan bukan peristiwa sejarah, maka kuasa kematian tetap tidak dikalahkan; Kematian Kristus menjadi tidak ada artinya, dan umat yang percaya kepada-Nya tetap mati dalam dosa; Keadaannya akan tidak berbeda dengan sebelum mendengar nama-Nya. Kebangkitan Kristus merupakan suatu peristiwa yang terjadi di dalam dimensi ruang dan waktu sejarah manusia. Kebangkitan Kristus adalah peristiwa dalam sejarah, dimana Tuhan bekerja di dalam waktu dan ruang tertentu.
Injil Yohanes, khususnya dalam pasal 20:1-29 membahas mengenai kebangkitan Tuhan Yesus. Pasal 20 ini merupakan berita paling mendasar dalam Injil Yohanes yang mengambarkan bahwa Kristus datang untuk memberikan hidup yang kekal. Kematian tidak akan berkuasa atas Dia. Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa orang yang percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup yang kekal. Dalam pasal 20:19-29 membahas penampakan diri Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya, baik tanpa Tomas (Yoh. 20:19-23) maupun dengan Tomas (Yoh. 20:24-29) yang memberikan kesan atas dirinya sebagai orang yang tidak percaya. Rene Descartes mengatakan: “De Omnibus Dubitandum”, artinya segala sesuatu harus diragukan. Inilah kira-kira sikap hidup dari Tomas. Akan tetapi, baik Tomas akhirnya, maupun seluruh Perjanjian Baru mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan yang merupakan juga pondasi bagi misi (marturia-red) gereja.

II.           ISI NATS (Johanes 20: 24 – 29)
Secara keseluruhan mengisahkan peristiwa Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, termasuk Tomas; Yesus melayani Tomas secara khusus, baik karena keperluan Tomas, maupun supaya suatu kebenaran yang penting dapat disampaikan kepada kita. Peristiwa ini tidak diceritakan dalam ketiga Injil Sinoptik.

Ayat 24: Yesus menampakkan diri kepada murid-muridNya, tanpa kehadiran Thomas. Beberapa pandangan menyebut bahwa kealpaan Thomas dalam persekutuan bersama murid-murid lainnya tidak terlepas dari kesedihan Thomas akan kematian Yesus; yang kemudian mengambil waktu untuk menyendiri.

Ayat 25: Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya, "Kami telah melihat Tuhan!" Tetapi Tomas berkata kepada mereka, "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya." Tomas menolak kesaksian mereka. Di situ dia salah, dan kesalahan itu penting dalam Injil Yohanes, yang ditulis sebagai kesaksian supaya orang-orang percaya! Kita sudah mengerti dari Matius 28:17; Lukas 24:11, 25, 38, 41; dan Markus 16:11 bahwa iman beberapa murid kurang kuat. Dalam peristiwa ini Tomas mewakili murid-murid yang mempunyai iman yang lemah. Tuntutan Tomas, bahwa ia harus melihat bekas paku pada tangan-Nya dan mencucukkan jarinya ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tangannya ke dalam lambung-Nya menggambarkan karakter khas dari orang Yahudi yang kerap mementingkan tanda.

Ayat 26: Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata, "Damai sejahtera bagi kamu!" Adanya pertemuan-pertemuan yang lain tidak dijelaskan. Situasi ini mirip situasi pada hari Minggu yang lalu, tetapi Tomas bersama-sama dengan mereka. Munculnya Tuhan Yesus dan salam-Nya juga sama.

Ayat 27: Kemudian Ia berkata kepada Tomas, "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." Tuhan Yesus telah mendengar tuntutan Tomas, dan Dia mengajaknya untuk melakukan apa yang dituntut. Dia tidak berkeberatan dengan tuntutan Tomas. Dia siap sedia membuktikan diri-Nya pada seseorang yang tidak mudah diyakinkan. Tomas dituntut juga: jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah. Tomas (serta semua orang yang tidak mau menerima kesaksian lisan) ditegur oleh-Nya yang mengasihi Tomas dengan kasih yang telah dibuktikan di kayu salib.

Ayat 28: Tomas menjawab Dia, "Ya Tuhanku dan Allahku!" Tampaknya Tomas tidak perlu bukti yang dia tuntut! Kata-kata Tuhan Yesus pasti menusuk hati Tomas, karena Dia memakai kata-kata yang dipakai oleh Tomas dalam sikap tidak mau percaya. Pengakuan Tomas ini di beberapa kalangan ditolak oleh para sarjana yang tidak menganggap Alkitab sebagai Firman Allah. Menurut mereka, "evolusi teologi" belum diberi waktu yang cukup lama, sehingga "gereja primitif" belum siap mengucapkan pengakuan yang begitu "tinggi". Meskipun demikian, kita yang menganggap Alkitab sebagai Firman Allah tidak heran bahwa Tomas mengerti bahwa Tuhan Yesus, yang jelas telah mengalahkan maut, adalah Tuhan dan Allah. Dalam konteks ini istilah Tuhan tidak hanya berarti "tuan". Istilah ini dipakai dalam Septuaginta (terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani) sebagai pengganti nama "Yahweh". Istilah Allah juga sangat jelas. Kita harus mengingat bahwa orang Yahudi hanya mempunyai satu Allah, dan tidak mengakui dewa-dewa. Tomas mengaku Yesus sebagai Allah Abraham, Isak, dan Yakub. Tomas menyembah Dia yang disembah oleh Raja Daud dalam Mazmur 35:23: "...ya Allahku dan Tuhanku!" Dengan demikian dia yang meragukan kesaksian teman-teman sampai memberikan tuntutan yang berlebihan berubah menjadi orang yang mengucapkan pengakuan yang luar biasa. Pemakaian kata ganti orang "-ku" dua kali dalam pengakuan ini menyatakan bahwa ini bukan hanya suatu pernyataan teologis atau liturgis, tetapi pengakuan ini bersifat sangat pribadi bagi Tomas. Dari segi struktur Injil Yohanes, kita mengamati bahwa pasal 1:1 berkata, "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah" dan pasal 1:18 berkata bahwa Firman itu menyatakan Allah. Apa yang dikatakan dalam pasal 1 telah menjadi nyata dalam pengalaman Tomas, agar yang tidak melihat Dia, diajak ikut percaya.

Ayat 29: Kata Yesus kepadanya, "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." Tampaknya Dia tidak menegur Tomas, Dia senang bahwa Tomas telah percaya, tetapi Dia lebih senang lagi kalau orang siap percaya tanpa melihat. Tema ini mengedepankan iman, bahwa iman yang timbul karena orang melihat suatu keajaiban adalah baik, tetapi iman walaupun belum melihat adalah lebih baik lagi (bd. Yoh. 1:50; 2:23-25; 4:48; 6:26; 10:38; dan 14:11). Namun di antara semua ayat tersebut, ayat ini mengandung pernyataan yang paling jelas. Tema tersebut terkait erat dengan tema kesaksian (marturia), karena kesaksian dimaksudkan untuk menimbulkan iman bagi mereka yang tidak sempat melihat Tuhan Yesus. Tema kesaksian sangat penting dalam Injil Yohanes yang bertendensi pada pengutusan (Yoh. 20:21-31). Ucapan bahagia ini, sesuai dengan ucapan bahagia yang lain, menyatakan bahwa orang itu diterima oleh Allah, tetapi juga mempunyai suatu nada dorongan. Dalam ucapan bahagia ini mereka didorong supaya sungguh percaya, tanpa menuntut tanda seperti apa yang dituntut Tomas.  1 Petrus 1:8-9, berbunyi: "Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu." Kutipan ini serta Yoh. 20:29 mengingatkan kita bahwa keadaan rohani kita tidak kurang indah dibandingkan dengan keadaan rohani mereka yang melihat Dia. Hoskyns mengutip dari seorang rabi yang menulis sesuatu yang mirip ini pada tahun 250 M: "Seorang petobat lebih dihargai Allah daripada semua kaum Israel yang berdiri dekat Gunung Sinai. Andaikata mereka tidak melihat guntur dan api dan kilat dan gentaran gunung dan bunyi sangkakala maka mereka tidak menerima hukum Taurat ataupun menunduk pada Kerajaan Allah. Tetapi seorang petobat tidak melihat semua itu, namun dia datang dan menyerahkan dirinya kepada Allah dan menerima kuk kehendak Allah. Apakah ada orang yang lebih dihargai daripada orang seperti itu?"
Dari pernyataan akhir Yesus, "Berbahagiaiah mereka yang tidak melihat, namun percaya", menjadi sangat jelas pentingnya iman bagi mereka yang tidak pernah melihat Yesus yang bangkit. Iman yang sama dituntut untuk mereka yang mengaku pernah melihat Yesus yang bangkit. Dengan demikian, kebangkitan Yesus dipandang sebagai objek pengakuan iman untuk semua, baik yang pernah melihat maupun yang tidak pernah melihat Yesus yang bangkit. Berkat iman akan kebangkitan itu para murid mengakui Yesus sebagai Tuhan. Penunjukan "tangan dan lambung-Nya" kepada para murid (ay. 20) mempertegas hubungan Yesus yang tersalib dengan Yesus yang bangkit.

III.         KAJIAN TEOLOGIS
1) Kebangkitan Kristus adalah kebangkitan tubuh
Kebangkitan Kristus adalah sungguh-sungguh kebangkitan tubuh, bukan hanya satu kebangkitan roh atau rohani. Kalau kebangkitan Tuhan Yesus hanya kebangkitan rohani saja, tentu mayat-Nya akan ketinggalan dalam kubur itu. Tetapi ada bukti bahwa kubur itu kosong (Matius 28:6; Markus 16:6; Lukas 24:3,12; Yohanes 20:1,2). Kubur yang kosong itu disaksikan oleh sahabat-sahabat dan musuh-musuh-Nya; yaitu perempuan-perempuan, rasul-rasul, malaikat-malaikat dan prajurit-prajurit Romawi. Ada kebangkitan-kebangkitan lain dalam Alkitab yang sungguh-sungguh merupakan kebangkitan tubuh (Matius 9:18-26; Lukas 7:11-18; Yohanes 11:1-44). Kejadian-kejadian ini juga menunjukkan cara kebangkitan Tuhan Yesus, yaitu secara tubuh. Orang-orang yang telah melihat Dia sesudah kebangkitan-Nya mengenal Dia serta mengakui bahwa Dia mempunyai tubuh yang mereka kenal, yaitu tubuh-Nya yang dahulu. Lubang bekas paku-Nya masih ada (Yohanes 20:27; Lukas 24:37-39).

2) Oleh kebangkitan-Nya semua pengakuan Tuhan Yesus mengenai diri-Nya disahkan dan diteguhkan Tuhan Yesus "dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa" (Roma 1:4). Oleh sebab kebangkitan Kristus maka rasul-rasul mendapat bukti yang baru dan pengertian yang baru yang lebih jelas mengenai diri Tuhan Yesus dan pekerjaan-Nya. Kebangkitan itu telah mempersiapkan rasul-rasul untuk menerima wahyu yang lebih jelas yang diberikan melalui kedatangan Roh Kudus pada hari Pentakosta (Lukas 24:45,49; Yohanes 20:22,23). Dengan kebangkitan Kristus Allah mengesahkan pekerjaan Kristus dan pengakuan Kristus atas diri-Nya; dan melalui kebangkitan itu tujuan dan maksud Kristus dijelaskan kepada rasul-rasul dan murid-murid-Nya. Dalam Matius 12:38-42 dan Yohanes 2:13-22 Tuhan Yesus mengalaskan kuasa-Nya dan kebenaran pelajaran-Nya atas kebangkitan-Nya.

3) Kebangkitan Yesus Kristus adalah batu penjuru iman kristiani. Tanpa itu, kita tak memiliki pengharapan di hidup ini, juga mengenai hidup yang akan datang. Itulah alasan betapa pentingnya mengenali bahwa kepercayaan kita pada kebangkitan Kristus tidak berdasar pada perasaan agamawi atau rumor yang tak berdasar. Kepercayaan kita berdasar pada fakta sejarah dengan bukti kuat yang mendukung. Sebagai fakta sejarah, Kebangkitan Kristus mendorong manusia untuk percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat. Ini bukan sekedar pembicaraan mengenai pengaruh: karakter, contoh dan pengajaran-Nya. Ini mengenai tanggapan manusia terhadap-Nya. Siapa yang percaya kepada kebangkitan-Nya, kemudian mempercayai ketuhanan-Nya, kemudian percaya akan karya penebusan-Nya, kemudian percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat, akan memperoleh penebusan dosa dan diselamatkan. Siapa yang menyangkal kebangkitan-Nya, secara langsung menyangkal ketuhanan-Nya dan menolak karya penebusan-Nya, tidak diselamatkan.

4) Kebangkitan Kristus merupakan alasan bagi persekutuan rohani yang baru.
Tuhan Yesus yang telah dibangkitkan dan dipermuliakan merupakan alasan bagi persekutuan rohani yang baru. Tuhan Yesus adalah Anak Sulung yang lebih utama dari segala yang diciptakan, dan yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati (Kolose 1:15,18,19). Dalam Mazmur 2:7 dan Kisah 13:33 Tuhan Allah bersabda, "Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini". Pada hari apakah Kristus diperanakkan oleh Allah? Tentu pada hari kebangkitan-Nya. Yesus Kristus telah menjadi Anak Sulung di antara banyak saudara (Roma 8:29). Oleh sebab itu kita yang telah percaya pada Dia dan telah dilahirkan kembali, dan beserta dengan Dia, telah menjadi suatu kaum yang baru, yaitu kita yang diangkat anak oleh karena Yesus Kristus (Efesus 1:5). Kaum yang baru itu mendapatkan persekutuan rohani yang baru juga (Efesus 4:24; Kolose 3:9,10). Persekutuan baru itu ada di dalam Jemaat Kristus, yaitu tubuh-Nya.

5) Konsekuensi Pertemuan dengan Yesus yang Bangkit. Pertemuan dengan Yesus yang bangkit melenyapkan ketakutan dan memberi sukacita. Para murid yang berkumpul di ruangan terkunci karena takut akan orang-orang Yahudi (ay. 19) mengalami sukacita ketika Yesus hadir di tengah-tengah me­reka dan mereka melihat Tuhan (ay. 20). Secara implisit, perubahan serupa dialami juga oleh Maria Magdalena yang menangis karena mayat Tuhannya telah diambil orang (ay. 13), tetapi pewahyuan Yesus yang bangkit telah memberinya sukacita, sebagaimana terungkap dalam reaksinya mau memegang kaki Yesus (ay. 17). Pertemuan dengan Yesus yang bangkit memberi damai sejahtera. Damai sejahtera itu tidak seperti yang diberikan oleh dunia, tetapi damai sejahtera yang melenyapkan kegelisahan dan kegentaran hati (Yoh 14:27), yang menghilangkan ketakutan (ay. 19), dan yang memberi sukacita (ay. 20). Pertemuan dengan Yesus yang bangkit memberi Roh Kudus (ay. 22). Yesus yang bangkit menghembusi para murid Roh Kudus yang memberi kehidupan baru, sebagaimana Allah menghembuskan napas hidup kepada manusia ciptaan-Nya (Kej 2:7). Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang karena Yesus belum dimuliakan" (Yoh 7:38-39). Pada saat kematian-Nya, Yesus menyerahkan nyawa-Nya (Yoh 19:30) dan air dan darah keluar dari lambung-Nya (Yoh 19:34), tetapi pada waktu kebangkitan-Nya, Yesus memberikan Roh Kudus kepada para murid-Nya (Yoh 20:22). Berkat penghembusan Ron itu damai sejahtera dan sukacita tinggal tetap bersama para murid. Berkat penghembusan Ron itu juga para murid ambil bagian dalam kuasa menyatakan karya Allah bagi banyak orang.

6) Pertemuan dengan Yesus yang bangkit mendatangkan tugas perutusan. Maria Magdalena setelah mengenal dan mengakui Yesus sebagai Guru (ay. 16) dan Tuhan (ay. 18) mendapat tugas perutusan untuk menyampaikan berita kepada para murid: "Pergilah kepada saudara-saudaraKu dan katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu" (ay. 17). Padawaktu penampakan di Cenaculum pun Yesus mengutus para murid: "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu" (ay. 21). Pengutusan itu juga bersangkutan dengan pengampunan dosa (ay. 23) sehingga para murid menerima Roh Kudus (ay. 22). Perubahan dari rasa takut menjadi damai dan sukacita karena Yesus yang bangkit berkat pengampunan dosa itulah yang harus diberitakan kepada orang lain. Dengan demikian, kebangkitan Yesus berlaku bagi semua orang, para murid dan orang-orang percaya sebagai sumber damai sejahtera, sukacita, dan penghiburan.

IV. APLIKASI
Di tengah bianglala tahun 2010, HKI secara umum menetapkan tahun ini menjadi tahun MARTURIA (kesaksian) dalam pelayanan gerejawinya. Thema tahun Marturia ini diambil dari Amanah Agung Yesus Kristus ”Pergilah jadikanlah semua bangsa muridKu dan ajarlah mereka (Matius 28: 19-20). Thema ini kemudian diterjemahkan lebih spesifikasi ”Masing-masing warga penuh HKI mengajak satu orang lagi mengikut Yesus dan mengajar mereka”.
Berhubungan dengan tekad pelayanan di atas, maka dibutuhkan daya untuk menunjang momentum ledakan dari pelaksanaannya bagi setiap warga HKI. Di sinilah KEBANGKITAN KRISTUS YESUS sudah seharusnya menjadi daya ledakan bagi implementasi motivasi pelayanan yang terfokus kepada kesaksian (penginjilan) baik ke dalam dan keluar lingkup HKI. Sama dengan para murid pada masa gereja mula-mula, kebangkitan Yesus menjadi batu penjuru bagi iman kristiani; tanpa itu, setiap orang percaya tentunya tidak memiliki pengharapan dalam hidupnya. Siapa yang percaya kepada kebangkitanNya, kemudian mempercayai ketuhananNya, kemudian percaya akan karya penebusanNya, kemudian percaya kepadaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat, akan memperoleh penebusan dosa dan diselamatkan, dan sebaliknya. Sebagai Anak Sulung, di dalam Kristus kita diarahkan kepada persekutuan rohani yang baru dengan sebuah tanggungjawab. Pertemuan dengan Yesus yang bangkit melenyapkan ketakutan dan memberi sukacita; untuk kemudian disiapkan dalam suatu perutusan memberitakan karya besarNya atas semua bangsa.
Demikianlah setiap warga HKI menghidupi kebangkitan Yesus sebagai momentum untuk menjadi saksi-saksi Kristus dalam setiap dimensi sosial masyarakat tanpa ada rasa ketakutan dan ragu; sebab Yesus telah menetapkan kita sebagai sumber damai, sukacita dan penghiburan bagi orang banyak.
READ MORE - KEBANGKITAN TUHAN YESUS

ketertarikan para sobat