_BERSUKACITALAH & MENURUTSERTAKAN DIRI UNTUK MENGHADIRKAN SERTA MEMPERTAHANKANNYA_

Thursday, December 31, 2009

PONDASI DAN PENGHARAPAN UNTUK TAHUN 2010


PENGHARAPAN dan PONDASI
“MENILIK DALAM PERSPEKTIF PERJANJIAN LAMA
SEBAGAI PERSIAPAN UNTUK MEMASUKI
TAHUN 2010”
PENGANTAR
Meninjau lebih jauh kesejarahan kekristenan dalam literatur pondasi iman kristiani yakni Alkitab, maka kita tidak akan putus-putusnya menemukan keajaiban karya Allah di dalam sejarah manusia dan peradabannya. Demikianlah, kemudian manusia diarahkan atas suatu pola hidup untuk selalu melihat adanya karya yang tiada batas atas hidupnya. Dan, menjadi awal dari berbagai kekuatan yang dihadirkan untuk menyongsong setiap keterbukaan pada hidup yang bergerak dinamis dan terus berubah. Di tengah jatuh bangunnya manusia atas fenomena hidup yang dialaminya, muncul kemudian kesadaran secara sadar atas suatu kerinduan campur tangan yang lebih besar dari kekuatan manusia itu sendiri; yang kemudian terakumulasi pada suatu keyakinan memperoleh kemenangan atas pertandingan hidup; meski belum dialami, namun dengan sadar percaya akan mengalaminya. Itulah yang kemudian diterjewantahkan dalam bentuk pengharapan yang ada dalam setiap diri manusia atas kehidupannya.
Alkitab, terlebih Perjanjian Baru banyak bercerita mengenai pengharapan yang manusia cari-cari dalam kehidupannya; yang semakin dikuatkan oleh cerita peristiwa penyelamatan oleh semata kasih dari Allah untuk manusia melalui kehadiran inkarnasi Allah dalam diri Yesus Kristus yang menyentuh segenap aspek kehidupan manusia. Akan tetapi jarang kemudian ditemukan, banyak jemaat Tuhan melihat hal yang sama diwartakan oleh Perjanjian Baru atas pengharapan, juga menjadi tedensi dari kabar baik yang diwartakan oleh Perjanjian Lama. Ternyata, Perjanjian Lama juga tidak sedikit memperbincangkan hubungan iman dengan pengharapan yang akan datang.
Bultmann, salah satu dari banyak para teolog meyakini akan keterbukaan terhadap pengharapan masa depan sebagai yang menentukan dalam pandangan Perjanjian Lama tentang Allah, manusia dan sejarah. Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan hubungan kenyataan masa lalu dan masa kini sebagai salah satu aspek paling penting, yakni pengharapan akan masa depan.
Lewat tulisan sederhana ini, kami akan uraikan secara sederhana terhadap pandangan Perjanjian Lama mengenai pengharapan; sebagai pondasi dan motivasi bagi kita untuk berlaku siap menghadapi berbagai bianglala kehidupan di tahun 2010. Semoga!
HASIL PENILIKAN
I. Perkembangan Pengharapan (eskatologi) bangsa Israel
Perkembangan pengharapan masa depan dalam sejarah Israel sudah berlangsung lama, hal ini ditandai bahwa sejak awal Israel sudah memiliki semacam harapan akan masa depan. Hal ini nyata dapat kita temukan dalam beberapa tulisan dalam Perjanjian Lama seperti; Kejadian 12:1-3; 49; Keluaran 3:8; Bilangan 24; Ulangan 33; 2 Samuel 7; 23:3-5; Amos 5:18 dan Mazmur 2; 45; 68; 110. Secara terinci dapat kita temukan pemaparan akan pengharapan manusia dalam Perjan­jian Lama mulai dari riwayat zaman permulaan; Kejadian 1:26; 2:17; 3:14­20; 4:11-15; 6:5-8; 8:21-22; 11:4 dan yang berkaitan. Pada umumnya pengharapan di sini merupakan pandangan yang optimistis tentang masa depan, yang meng­harapkan berkat-berkat jasmani dan rohani baik dalam dunia politik maupun keluarga. Harapan akan keselamatan dalam riwayat zaman per­mulaan tersebut sebagian besar bersangkut-paut dengan kelestarian tatanan kehidupan non-radikalistik (ide-ide pengharapan yang radikal muncul dikemudian harinya).
Dasarnya ialah keyakinan "bahwa sejarah bergerak dengan tujuan tertentu yang ditentukan oleh Allah, dan Allah berkarya dalam sejarah untuk memasti­kan tujuan tersebut". Ide-ide seperti inilah yang kemudian sering di­sebut dengan "eskatologi". Akan tetapi, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa pengertian eskatologi yang lebih sempit yakni sebagai "ajaran tentang akhir zaman" sangat jarang ditemukan dalam teologia Perjanjian Lama.
Berbagai usaha telah diadakan untuk menjelaskan asal mula dan dasar eskatologi di tengah bangsa Israel. Dan oleh Volz, menyatakan bahwa paham kebangsaan adalah sebagai sumber dari kehadiran konsep pengharapan atau eskatologi Israel. Namun, oleh Gressmann menekankan bahwa unsur-unsur mite dari pemikiran mitis di dunia timur kuno adalah sumbernya. Lain halnya dengan Mowinckel, bahwa eskatologi bangsa Israel berawal dari ketidakpuasan rakyat atas kehadiran pengangkatan Raja sebagai pemimpin mereka yang ternyata jauh dari gambaran raja yang mereka harapkan.
Dengan begitu, jelaslah bahwa eskatologi Perjanjian Lama mempunyai dasar histo­ris dan teologis; keyakinan dasar yang dianut dalam Perjanjian Lama ialah bahwa Allah berkarya dalam sejarah Israel. Untuk itu, kita dapat melihat harapan-harapan akan masa depan dalam Perjanjian Lama didasarkan pada beberapa substansi: 1) Kepastian bahwa Allah tetap berkarya walaupun kehidupan bisa saja sulit; 2) Ketegangan antara kehadiran Allah dan ketersembunyian-Nya, yang menimbulkan pengharapan akan kehadiran Allah secara sem­purna pada masa depan; 3) Pemahaman tentang dosa dan ketidakpercayaan Israel secara radikal, yang hanya dapat diatasi oleh anugerah Allah; 4) Keyakinan para nabi bahwa Allah akan berkarya pada masa depan, sebagaimana karyaNya pada masa lalu, walaupun dengan cara yang benar-benar baru.
I. Eskatologi para nabi
Periode klasik dalam perkembangan eskatologi Israel adalah zaman nabi nabi. Penghakiman dan keselamatan digambarkan dengan sejelas-jelasnya dalam pemberitaan mereka seperti yang tampak pada hampir setiap halaman tulisan mereka. Perlu diketahui bahwa Nabi-nabi sebelum pembuangan merujuk pada optimisme Israel yang populer dan memberitakan penghakiman Allah yang radikal; sedangkan nabi-nabi pada masa pembuangan mem­perkenalkan suatu optimisme yang baru sambil menunjuk kepada permulaan, ciptaan dan keselamatan yang baru. Dari banyak ciri-ciri pengharapan pada masa nabi, ada empat ciri utama yang dapat dipisahkan yakni menyangkut waktu, umat, tempat dan tokoh.
A. Hari Tuhan
Sejak awal zaman para nabi terdapat suatu keyakinan akan waktu atau "hari" ketika Allah akan campur tangan dalam sejarah Israel (Am 5:18­-20). Keyakinan itu nyata dalam ungkapan "hari TUHAN" (lih. Yes 13:6, 9; Yeh. 13:5; Ob. 15; Zef. 1:7, 14; Za. 14:1).
B. Pembaruan Rohani
Nabi-nabi menantikan pembaruan umat Allah. Setelah penghukuman akan ada pembaruan (Yer. 29:14, 30:3; Yeh. 16:53; Zef. 3:30). Bangsa Israel akan dibawa ke pembuangan, tetapi sisa bangsa itu akan kembali (Yes. 7:3; 10:20-22; Yer. 23:3). Mereka akan ikut serta dalam suatu keluaran baru (Yes. 4:5; 10:24-27; 35; 51:9-11; 52:12; Hos. 11:10-11); suatu perjanjian baru akan diadakan (Yer. 30-33 bnd. Yes. 55:3; Yeh. 16:60, 34:25-31); dan Allah akan memberi mereka roh yang baru (Yeh. 11:19, 36:26, 37:1-14 bnd. Yes. 11:2; Yeh. 18:31; Hos. 6:1-3).
C. Harapan yang bersifat kebendaan
Dalam eskatologi yang dikumandangkan oleh para nabi terdapat juga aspek kebendaan, khususnya menyangkut tempat. Hal ini sering diungkapkan dengan ide-ide tentang pembaruan dunia yang bersifat idaman, dan memiliki dua garis utama. Tema tentang kembalinya Firdaus muncul berulang-ulang dalam tulisan para nabi (Yes. 11:6-9, 25:8, 51:3; Mi. 4:3). Di samping itu ada pengharapan akan tanah suci yang diperbarui (Yes. 62:4 bnd. 65:17; Yer. 30:3, 32:6-15, Yeh. 20:40-42) dan kota suci yang diperbarui (Yes. 60-66; Yeh. 40-48; Mi. 4:1-2; Za. 2).
D. Mesias
Akhirnya, ketika umat Israel dalam pengharapan dan memandang ke masa depan, mereka tidak jarang memusatkan perhatian pada seorang tokoh yang akan diutus Allah. Hal itu tidak mengherankan karena mereka telah menga­lami bahwa Allah membangkitkan orang-orang tertentu untuk meme­nuhi kebutuhan politik maupun rohani mereka, seperti para hakim, imam, raja, nabi dan orang bijaksana lainnya. Konsep Mesias, walaupun jarang dihu­bungkan dalam Perjanjian Lama dengan kata aslinya dalam bahasa Ibrani (masyiakh); dapat dilihat pada berbagai zaman, teristimewa berhubungan dengan gambaran Anak Daud (2 Sam. 7; Yes. 9; 11 bnd. Mzm. 89; 132) dan hamba Tuhan (Yes. 42, 49-50, 53). Jelaslah pengharapan akan Mesias merupakan salah satu perhatian yang paling penting dalam teologia Perjanjian Lama sembari menantikan penggenapannya oleh Perjanjian Baru.
II. Eskatologi Apokaliptik
Menjelang akhir zaman Perjanjian Lama, apokaliptik mulai mengganti­kan peranan nubuat. Hal ini mula-mula dapat dilihat dalam Yesaya 24-27 dan 56-66, Daniel, Yoel dan Zakharia 9-14; dan banyak kitab apokaliptik ditulis selama zaman antara Perjanjian Lama dan Per­janjian Baru. Teolog Perjanjian Lama, Von Rad, berpen­dapat bahwa pemikiran apokaliptik berasal dari tradisi hikmat, namun kebanyakan ahli Perjanjian Lama sependapat bahwa apokaliptik harus dimengerti terutama sekali sebagai perkembangan dari nubuat, walaupun mereka tidak menyangkal adanya hubungan apokaliptik dengan hikmat. Perkembangan ini pertama-tama didorong oleh kekecewaan yang dialami oleh orang-orang Yehuda yang pulang dari pembuangan ke tanah perjanjian. Mereka pulang dengan harapan-harapan besar, namun kemudian mereka menyadari bahwa negeri mereka tetap dijajah oleh kekuasaan asing dan hampir tidak mungkin menjadi negara yang merdeka kembali. Provinsi Yehuda dalam kemaharajaan Persia hanya tinggal bayangan kejayaan kerajaan Israel dulu. Keadaan ini sangat mengecewa­kan mereka yang mengandalkan janji-janji Allah tentang pemulihan yang gilang-gemilang. Bagaimana eskatologi para nabi dapat disejajarkan bahkan dihidupi dengan kenyataan hidup yang pahit sesudah pembuangan? Masalah ini dipecahkan oleh para pelihat yang mampu memandang (melampaui sejarah) kepada suatu zaman keselamatan yang baru, yang akan diprakarsai Allah. Dengan demikian, ada kecenderungan ke arah Transendentalisme (pandangan bahwa penggenapan akhir dari rencana Allah akan terjadi di luar sejarah dunia ini) dan dualisme (pandangan yang mempertentangkan zaman ini dengan zaman yang akan datang). Dua ciri eskatologi apokaliptik ini yang patut diperhatikan secara khusus ialah tokoh "Anak Manusia" (Daniel 7) dan gambaran tentang ke­bangkitan orang mati (Yes. 26:19; Dan. 12). Kedua-duanya menjadi sangat penting dalam pemikiran Yahudi dan Kekristenan pada kemudian hari.
Akhirnya…
Dari penjabaran di atas, jelas kita melihat bahwa Perjanjian Lama juga memiliki konsentrasi atas pengharapan manusia (Israel) terhadap kehidupannya dan begitu pentingnya pengharapan akan masa depan sebagai teologia Perjanjian Lama. Namun, perlu digaris bawahi bahwa berpegangan hanya pada Perjanjian Lama saja tidak lengkap, karena masih menantikan karya Allah yang akan melengkapinya. Penggenapan ini akan dilakukan oleh Allah yang sama dalam konteks sejarah yang sama seperti karya Allah yang dikumandangkan dalam Per­janjian Lama. Di dalam tulisan-tulisan apokaliptik menjadi jelas bahwa sejarah yang diarahkan oleh Allah ini tidak terbatas kepada sejarah Israel, ataupun sejarah dunia ini. Ada harapan bahwa karya yang baru itu dari segi tertentu akan sejalan dengan karya sebelum­nya, kendati pada saat yang sama juga berbeda secara radikal dan lebih lengkap. Jadi, Perjanjian Lama menantikan masa depan; dan dalam pemahaman Kristen Perjanjian Lama menanti-nantikan Perjanjian Baru.
Demikianlah kehadiran kita saat ini, setelah 365 hari, 52 minggu dan 12 bulan kita jalani dengan berbagai hal yang menjadi isi dari ruang dan waktu yang sebisa mungkin kita hidupi akhirnya tiba pada sebuah penghujung, 2009 akan berakhir denga pelbagai keberhasilan dan kegagalannya. Terlepas seberapa banyak pengharapan kita sejak menginjakkan kaki di awal 2009 dengan jawaban atau penggenapannya, akhirnya akan kita akhiri. Saudara, riwayat Perjanjian Lama di atas tentang pengharapan bangsa Israel, jelas memberi kita pengajaran akan bagaimana pengharapan itu hadir dan digenapi. Semua semata-mata hanya karena izin dari Allah yang punya rencana dan yang juga membawa kita untuk mencapai tujuan yang stelah ditetapkanNya bagi setiap manusia. "Bahwa sejarah bergerak dengan tujuan tertentu yang ditentukan oleh Allah, dan Allah berkarya dalam sejarah untuk memasti­kan tujuan tersebut"; demikianlah kita akan menapaki tahun 2010, dimana waktu terus melaju tanpa pernah berhenti untuk menunggu kita, siap atau tidak kita harus terlibat di dalamnya untuk bersama dengan dunia hadir dengan eksistensi kita masing-masing. Jika, kita percaya bahwa Tuhan yang menggerakkan sejarah waktu, maka percayakanlah setiap kehidupan kita kepadaNya dalam berbagai tantangan, kesempatan, hambatan dan peluang yang telah dipersiapkan bagi kita di tahun 2010 ini. Dari empat pengharapan para nabi, kita sudah menikmati dua diantaranya yakni hari Tuhan dan kehadiran Mesias, Kristus Yesus dengan perdamaianNya; pastinya kita juga mengharapkan pemulihan dan pemenuhan kebendaan atas hari-hari kita (kesejahteraan perekonomian misalnya), sesuatu yang wajar untuk kita idamidamkan. Akan tetapi, mari jadikan pembaharuan rohani menjadi pondasi penggenapannya, dengan demikian kita akan dimampukan untuk merasakan kehadiran campurtanganNya dalam setiap dimensi kehidupan kita. Yohanes mengingatkan kita dalam pasal 6:27 “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." Dan, Lukas dalam pasal 7:24-27 mengajarkan bagaimana kita memasuki tahun 2010 dengan pondasi yang semestinya, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." Akhirnya, bukankah Paulus mengingatkan kita lewat suratnya kepada jemaat Korintus dalam 1 Kor. 3:10-23 untuk mempersiapkan dasar dari bangunan yang akan kita dirikan di tahun 2010 ini “ …tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun…seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus…Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api. Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu…”. Semoga!
Bahan bacaan:
1) L. Baker David, Satu Alkitab Dua Perjanjian, Jakarta: BPK-GM, 2001;
2) Rad, G. Von, The origin of the concept of the Day of Yahweh, Journal of Semitic Studies;
3) Barth, C., Theologia Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK-GM, 2004;
4) Agustinus Gianto, SJ., Dag-dig-dug Byarr (Kumpulan Ulasan Injil), Yogyakarta: Kanisius, 2004

No comments:

Post a Comment

ketertarikan para sobat