_BERSUKACITALAH & MENURUTSERTAKAN DIRI UNTUK MENGHADIRKAN SERTA MEMPERTAHANKANNYA_

Friday, December 10, 2010

3 Ajakan Keselamatan: Pembebas, Pembaharu & Pembawa Damai! Siapkah Kita?

0 comments
Matius 22: 1 – 4
Perumpamaan di atas mempunyai ciri sebuah alegoria, sama seperti perumpamaan-perumpamaan sebelumnya (lih. Matius 21: 33-41), dan memiliki maksud yang sama. Raja yang disebut ingin menyatakan keberadaan Allah, sedangkan perjamuan kawin menggambarkan kebahagiaan di zaman Mesias, dan Anak Raja itu tidak lain adalah Mesias sendiri. Hamba-hamba yang disuruh raja ialah para nabi dan rasul (zaman sekarang bisa saja para rohaniawan) dan para undangan yang tidak mengindahkan undangan atau menganiaya hamba-hamba raja itu adalah orang Yahudi (bc: yang menolak kedatangan Mesias di dalam Yesus Kristus), sedangkan mereka yang dikumpulkan dari jalan adalah orang berdosa dan kaum kafir yang kemudian percaya dan bertobat. Siapa yang menanggapi undangan harus memakai pakaian pesta perkawinan, artinya: hidup yang dibalut tidak dengan pakaian bagus dan mewah melainkan hidup yang memakai pakaian dari cara hidup yang berkenan di hadapan Allah sebagai wujud hidup di dalam Terang dan Kasih Yesus Kristus (Gal. 5:22).

Refleksi
SAMBUT BAIK ANUGERAH ALLAH
Dalam kehidupan sehari-hari kita, atau pengalaman saya ketika sebagai mahasiswa tatkala menerima undangan apalagi dari seorang yang terhormat dan terkenal, tentunya akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi saya. Untuk hal-hal tertentu saya akan mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh dan bahkan akan menjadwalkannya dengan tanda khusus di agenda saya, malah bisa jadi saya akan menggeser acara-acara lain supaya bisa menghadiri undangan tersebut. 

Namun, miris jika kita berangkat dari perumpamaan yang dituliskan Matius kepada kita saat ini lewat nats Evanggelium di Minggu II Trinitatis kali ini. Seorang raja yang mengundang banyak tamu untuk menghadiri pesta perkawinan anaknya, namun tidak seorang pun tamu yang diharapkan hadir pada perjamuan itu. Ada saja alasan mereka untuk menolak undangan itu. Masing-masing mementingkan urusan mereka dan bahkan ada yang dengan kasar menganiaya serta membunuh utusan-utusan yang menjemput mereka (ayat2-6). Jelas sikap mereka yang seperti ini tidak hanya meremehkan raja, tetapi juga sama sekali tidak mengindahkan niat dan maksud baik sang raja. Jika melihat keadaan ini secara makro, yakni dari sisi norma sistem Kerajaan, maka tindakan mereka Ini sama saja dengan memberontak kepada raja. Alhasil, tidak ada hukuman yang lebih pantas selain daripada dilucuti dari permukaan wilayah kerajaan sang raja (ayat 7). 

Pada akhirnya, undangan perjamuan kerajaan disebarkan lagi kepada orang yang berbeda, yakni setiap orang yang bukan tamu terhormat raja. Raja mengalihkan jamuannya, namun sekali lagi, banyak di antara para undangan yang tidak meresponsnya dengan tepat atau asal-asalan. Mereka datang tanpa mempersiapkan diri baik-baik. Mereka datang dengan sembarangan (ayat 11-12). Seakan-akan perjamuan kerajaan yang khusus raja persiapkan tidak lebih daripada makan di warung kaki lima atau acara makan sekadarnya. Lihat saja dampaknya, orang-orang itu pun harus menerima amarah raja (ayat 13). 

Jemaat Tuhan yang kekasih, kisah di atas adalah realitas iman yang kerap kita jumpai dalam kehidupan beriman kita saat sekarang ini, dimana dunia dengan segala pernak-perniknya membutakan mata kita akan arti sebuah kasih. Bahkan tidak jarang, kemudian mengkerdilkan totalitas hidup kita dalam memberlakukan kasih yang sampai kepada. Lihat saja, tidak jarang sekarang kita menjumpai sulitnya seorang anak untuk mengucapkan terimakasih atau menganggap sepele pertolongan orang lain kepadanya. Hal ini adalah contoh-contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari kita. Demikian juga, sebagian banyak orang telah memperlakukan kasih Allah yang diberikan secara cuma-cuma untuk menyelamatkan hidup manusia (Roma 3:24) tanpa rasa syukur dan terkesan tidak mau tahu atau gampangan. Jemaat Tuhan, Allah itu Kasih (lih. 1 Yohanes 4:16), namun bukan berarti kebaikan dan anugerah Allah bisa diperlakukan secara murahan. Kebaikan dan anugerah Tuhan mahal harganya dan tentunya menuntut perlakuan yang sepadan, yakni melalui pola hidup kita sebagai anak-anak Tuhan. Hidup di dalam Kasih dan ketaatan terhadap Firman Tuhan. 

Untuk itu, Yesus melalui perumpamaan ini memperingatkan dengan keras bahwa anugerah Allah tidak boleh dipermainkan. Anugerah Allah memang diberikan cuma-cuma tetapi bukan berarti murahan. Setiap orang yang menyepelekannya akan membayar mahal, yaitu ditolak Tuhan. Jemaat Tuhan, mari sambut dengan baik AnugerahNya dengan kerendahan hati.

PERSIAPAN DIRI, MENENTUKAN HASIL!
Sebagian besar orang akan merasa terhormat dan tidak akan melewatkan kesempatan berharga bila termasuk tamu undangan suatu perjamuan besar yang diadakan tokoh besar, apalagi bila perjamuan tersebut diadakan oleh seorang raja bagi pernikahan anaknya (lihat saja tradisi Negara Inggris tatkala mengadakan pesta pernikahan sang pangeran, banyak orang yang berbondong-bondong untuk hadir dan terlibat di dalamnya). Tetapi hal ini tidak terjadi dalam perumpamaan di atas. Dapat dikatakan bahwa respons para tamu undangan benar-benar mengecewakan raja, walaupun raja mengundangnya beberapa kali dengan suguhan yang menggiurkan (3-4). Tak terpikir oleh kita bagaimana mungkin orang-orang tidak mengindahkan undangan raja yang biasanya dipadati para pengunjung dari segala pelosok, yang ingin menyaksikan betapa meriah, kemilau, dan sesuatu yang lain dari pada pesta biasa. Betapa mengherankan respons tidak mengindahkan mereka hanya karena aktivitas sehari-hari mereka, bahkan sampai mereka bertindak kelewatan terhadap para utusan yang memberikan undangan atas nama raja (5-6). Jemaat Tuhan, hal ini menunjukkan dan menggambarkan bahwa demikianlah sering kali kita jumpai kedegilan hati manusia, bahkan undangan Allah yang telah berinisiatif menemukan manusia pun, ditolak oleh manusia. Akan tetapi, hasilnya dapat kita lihat betapa fatalnya keadaan orang yang tidak membuka sedikit pun hatinya bagi undangan Allah (7).

Ketidakhadiran para tamu undangan tidak menyebabkan kegagalan pesta tersebut, karena raja mengundang orang- orang yang dianggap tidak layak oleh manusia tetapi dilayakkan hadir oleh raja (9-10). Namun, naas bagi mereka yang meskipun telah masuk ke pesta perjamuan itu dengan tanpa persiapan sama sekali, mereka juga mendapati diri mereka memperoleh hukuman dari sang raja (11-12). Jemaat Tuhan, apa artinya? Lewat perumpamaan ini, kita mau diajak untuk sungguh-sungguh MEMPERSIAPKAN diri kita bagi Tuhan. Ketika kita telah dan mau menyambut “undangan”Nya, maka kita pun harus berani membayar harga, yakni berani meninggalkan gaya hidup lama yang bersifat duniawi dan mengenakan manusia baru. Sulit memang, tapi menjadi keharusan bagi kita jika mau hidup di dalam “perjamuan”Nya.

AJAKAN KESELAMATAN KRISTUS TUHAN BAGI KITA
Undangan Tuhan Yesus bukan saja bagi orang-orang dalam perumpamaan yang dikisahkan oleh Matius, melainkan juga bagi kita saat sekarang ini. Sikap tidak mau tahu, gampangan, sepele, bahkan terkesan bodoh dan jahat seperti yang dilukiskan dalam perumpamaan ini bisa juga merupakan sikap dan tindakan beriman kita di tengah carut marut kehidupan berbangsa dewasa ini. Jemaat Tuhan, Menjadi Kristen bukan sekadar mengaku atau menerima tradisi Kekristenan yakni beribadah ke gereja, merayakan hari-hari besarnya, dan yang lainnya. Namun, Menjadi Kristen berarti menyambut undangan Allah dalam Tuhan Yesus secara sangat pribadi, bukankah Firman Tuhan mengingatkan kita untuk bertindak lebih dari itu yaitu sebagai pembebas, pelaku perubahan, dan pembawa damai. Ikut dan menjadi pembebas bagi mereka yang berada dalam kungkungan kebodohan, kemiskinan, dan yang terpenjara oleh nafsu duniawi seperti terpenjara oleh karena ketergantungan obat-obat terlarang dan bahaya HIV/AIDS oleh karena pergaulan bebas. Sebagai pelaku perubahan yang mengubah cara berpikir dan bertindak buruk atau negatif terhadap sesama menjadi orang-orang yang bertindak dengan dorongan hati nurani. Mengubah prilaku kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan mejadi prilaku yang menghargai dan mengasihi sebagai rekan sekerja dan sepadan yang Allah ciptakan untuk semua laki-laki. Pembawa perubahan juga berarti menjadi pembaharu dalam tatanan kehidupan masyarakat. Lihat saja, maraknya korupsi di tengah-tengah kehidupan berbangsa, semuanya terjadi tentunya tidak begitu saja. Ada “bibit-bibit” korup yang telah tertanam sejak lama dan tinggal menunggu waktu penuaiannya saja, yang tentunya juga pertumbuhan bibit-bibit itu didukung oleh keadaan lingkungan di sekitarnya. Di dalam ajakan keselamatan, kita diajak untuk berperan serta “menyiangi” bibit-bibit korup pada diri orang-orang di sekitar kita, mulai dari lingkungan keluarga hingga lapisan masyarakat tempat kira berada. Dengan begitu tidak akan ada lagi tempat subur bagi pertumbuhan bibit-bibit korup (bc: mental-mental korup) di tengah kehidupan berbangsa kita. “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: “Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang MELAKUKAN kehendak BapaKu di Sorga” (Matius 7:21). Bukankah ajakan keselamatan mengajak kita untuk MELAKUKAN? Ya, melakukan, bukan sekedar berucap.

Sabda Bahagia: “Berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9), Jemaat Tuhan, ikut di dalam keselamatan Kristus dan berada dalam perjamuanNya, berarti kita juga diajak untuk menjadi pembawa damai. Membawa damai yang terpancar dari dalam diri. Sudahkah kita memiliki damai, di tengah hirup pikuk kehidupan yang semakin terasa sesak? Ajakan keselamatan, menuntun hidup kita untuk dapat senantiasa hidup di dalam damai dengan kondisi hidup yang bagaimanapun jua, di tengah “aksesoris” zaman yang terus silih berganti. Maka, dengan demikianlah kita dapat berdiri teguh dan tidak goyah (1 Korintus 15:58) sebagai manifestasi dari kedamaian dalam diri kita yang pastinya akan terpancar dan boleh dinikmati banyak orang. Tuhan memberkati dan memampukan kita. Amin.
READ MORE - 3 Ajakan Keselamatan: Pembebas, Pembaharu & Pembawa Damai! Siapkah Kita?

ketertarikan para sobat